BPK telah menyelesaikan pemeriksaan investigasi Kerja Sama Operasional (KSO) Terminal Peti Kemas Koja dan Pembiayaan Pembangunan Terminal Kalibaru Tahap I Pada PT Pelindo II. Hasil Pemeriksaan Investigatif PT JICT dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, BPK menyimpulkan adanya berbagai penyimpangan identik terkait dengan proses perpanjangan perjanjian kerja sama yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara karena kedua proses perpanjangan tersebut dilakukan secara bersamaan, baik inisiasi, evaluasi, maupun keputusannya. Hal itu disampaikan Ketua BPK, Moermahadi Soerja Djanegara dalam Rapat Konsultasi Pimpinan DPR dalam rangka penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Kerja Sama Operasional (KSO) Terminal Peti Kemas Koja dan Pembiayaan Pembangunan Terminal Kalibaru Tahap I Pada PT Pelindo II kepada DPR, Rabu, (31/1) di Gedung DPR RI, Jakarta.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut patut diduga sebagai rangkaian proses yang saling berkaitan untuk mendukung tercapainya perjanjian kerja sama dengan cara-cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan negara pada PT Pelindo II minimal sebesar USD139,06 juta ekuivalen Rp1,86 triliun yang terdiri dari kekurangan upfront fee yang seharusnya diterima PT Pelindo II dari perpanjangan perjanjian kerja sama sebesar USD137,47 juta ekuivalen Rp1,84 triliun. Selain itu pembayaran biaya konsultan keuangan kepada Deutsche Bank Hongkong Branch yang tidak sesuai ketentuan kontrak sebesar USD 1,59 juta ekuivalen Rp 21,21 miliar.
Dalam Pemeriksaan Investigatif Pembiayaan Pembangunan Terminal Kalibaru, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan, antara lain adalah perencanaan kebutuhan pendanaan investasi dari Global Bond tahun 2015 tidak cermat dan menyeluruh sehingga terjadi pinjaman yang melebihi kebutuhan yang mengakibatkan adanya dana menganggur sebesar USD574,78 juta dalam bentuk deposito dan instrumen lainnya dengan tingkat pendapatan bunga lebih rendah dari beban bunga Global Bond. Hal lain adalah keputusan melunasi Pinjaman Sindikasi dari Global Bond tidak didukung dengan analisis effective rate yang memadai karena bunga efektif Pinjaman Sindikasi lebih redah dari bunga Global Bond.
Penyimpangan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian negara pada PT Pelindo II sebesar USD54,75 ekuivalen Rp741,75 miliar yang terdiri dari selisih bunga Global Bond dengan pendapatan bunga deposito atas dana idle periode Mei 2015 s.d. Desember 2017 sekurang-kurangnya sebesar USD39,79 juta ekuivalen Rp539,03 miliar dan selisih bunga Global Bond dengan biaya Pinjaman Sindikasi periode Mei 2015 s.d. Desember 2017 sebesar USD14,96 juta ekuivalen Rp202,73 miliar.
Selain Ketua BPK hadir dalam rapat konsultasi DPR tersebut antara lain Anggota I BPK, Agung Firman Sampurna, Anggota VII BPK, Eddy Mulyadi Soepardi, Ketua DPR, Bambang Soesatyo, Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, dan Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan.