Diduga Korupsi, Tiga Mantan Lurah Sedayu Ditahan Kejaksaan

1638

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepanjen, Kabupaten Malang kini tengah menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi aset Desa Sedayu, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.

Tiga orang mantan Lurah Sedayu, yakni berinisial Lic (57), Zar (58), dan Far (56) kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan oleh Kejari Kepanjen.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kepanjen, Suseno (SH), Kamis (5/7), kepada wartawan menyebut pihaknya sudah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi mantan Lurah Sedayu, Kecamatan Turen.

“Kini sudah kita lakukan penahanan. Sedangkan ketiga mantan lurah itu tersandung kasus dugaan penyalahgunaan terkait sewa menyewa lahan eks tanah bengkok atau aset milik Desa Sedayu. Penetapan tersangka berdasarkan hasil temuan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur (Jatim), dan dari audit tersebut telah ditemukan adanya kerugian negara,” ungkapnya.

Berdasarkan audit BPKP Jatim, kata Seno, mantan Lurah Sedayu Far dianggap merugikan negara sebesar Rp 471 juta, begitu juga dengan Lic dianggap telah merugikan negara sebesar Rp 111 juta, dan Zar juga diduga telah merugikan negara sebesar Rp 128 juta.

Sehingga ketiga tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 8 Undang-Undang Tindak Pidanma Korupsi (UU Tipikor) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto UU Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara itu, Kepala Inspektorat Kabupaten Malang Tridiyah Maestuti mengatakan, kasus tiga mantan Lurah Sedayu yang kini dijadikan tersangka Kejari Kepanjen, karena adanya dugaan korupsi pengelolaan tanah bengkok yang merupakan aset desa dan berubah menjadi aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) karena peralihan desa menjadi kelurahan.

Sedangkan penindakan hukum yang dilakukan kejaksaan terhadap tiga orang mantan lurah yang juga berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), maka kejaksaan mengacu pada aturan induk yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 28 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 7 Tahun 2007, sementara kita (Pemkab –Red) baru punya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 12 Tahun 2016.

Berdasarkan Perbup Nomor 12 Tahun 2016, masih dia katakan, apa yang dilakukan oleh mantan Lurah Sedayu itu tidak bertentangan dengan aturan. Karena situasi dan perubahan itu, maka BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menyatakan bahwa perbuatan tersebut hanya maladministrasi.

“Sebab, dari hasil sewa menyewa lahan yang seharusnya dilaporkan dan dimasukan ke kas daerah tapi dikembalikan dalam bentuk kegiatan,” jelasnya.

Dengan adanya perbedaan pandangan antara Kejaksaan dan Inspektorat, Tridiyah menganggap hal tersebut biasa saja. Dan jika teman-teman Kejaksaan berpedoman pada audit BPKP, itu hak mereka dan sah-sah saja. Namun, jika mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Tindak Korupsi, langkah utama kita (Inspektorat –Red) adalah pencegahan terhadap tindak korupsi.

[Selengkapnya …]