Pengadaan barang dan jasa yang tak sesuai dengan ketentuan masih menjadi temuan paling banyak auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Modusnya, pemenang tender atau lelang di pemerintah tersebut mengurangi kualitas barang yang dijanjikan dalam kontrak.
Kepala BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur Harry Purwaka mengungkapkan, karena barang yang disiapkan tak sesuai dengan yang dijanjikan dalam kontrak, pada akhirnya ada kelebihan pembayaran. Biasanya, BPK meminta kelebihan bayar itu dikembalikan ke kas daerah.
’’Ada yang coba mengambil keuntungan dari situ (pengadaan barang, Red). Entah dari bahan baku yang dikurangi jumlahnya atau kuantitasnya tak sesuai dengan yang dijanjikan,’’ ujar Harry seusai workshop media bertajuk ’’Apa Di Balik Opini?’’ di Hotel Alana kemarin (6/11).
Cara para auditor BPK menemukan hal yang tak sesuai dalam pengadaan barang dan jasa itu biasa dengan membuat uji petik terhadap beberapa proyek. Salah satu hal yang menjadi perhatian mereka adalah kasus-kasus yang mencuat ke publik.
Kejadian sekolah ambruk di Pasuruan yang ramai diberitakan adalah salah satu contoh. ’’Kalau misalnya ada kejadian di Pasuruan itu akan menjadi salah satu atensi kami untuk pemeriksaan berikutnya,’’ tambahnya.
Dari data BPK Perwakilan Jatim, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada 2017 menunjukkan bahwa 36 persen kasus yang berdampak pada kerugian daerah bersumber dari kekurangan volume pekerjaan atau barang. Di urutan kedua, 22 persen kasus terjadi karena belanja yang tak sesuai atau melebihi ketentuan.
Kepala Subauditoriat Jawa Timur II BPK Perwakilan Jatim Rusdiyanto menambahkan, perjalanan dinas yang tak sesuai dengan ketentuan memang makin berkurang. Salah satunya terjadi karena adanya sistem e-audit yang memungkinkan BPK untuk mengakses data perjalanan dari maskapai. ’’Data penumpang dalam perjalanan di maskapai itu ditarik ke server BPK. Kalau ada data tiket, kami bisa cek ini asli atau tidak. Ada tidak transaksi di maskapai tersebut,’’ jelasnya.