Bupati Hendy Siswanto berterima kasih kepada aparat Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kepolisian Resor Jember, karena menyelidiki temuan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2020 sebesar Rp 107 miliar.
Anggaran ini adalah anggaran belanja Covid-19 pada era Bupati Faida. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Jember 2020, penyajian kas di bendaharawan pengeluaran sebesar Rp 107.097.212.169,00 tidak sesuai dengan SAP (Standar Akuntansi Pemerintah).
Pengeluaran sebesar itu meliputi beberapa jenis belanja yaitu belanja honorarium, belanja uang saku, belanja makan minum bantuan sosial, belanja barang pakai habis (ATK, obat-obatan, alat kebersihan, alat kesehatan, makan minum petugas, APD), belanja modal (alat kesehatan, wastafel), belanja bansos (sembako, uang tunai).
“Saya mengucapkan terima kasih dapat tanggapan langsung, karena ini sudah cukup lama. Dengan Polda datang ke Jember, memudahkan kawan-kawan agar bisa lebih kooperatifm tidak jauh harus ke Surabaya (untuk dimintai keterangan). Lebih bisa mempersingkat waktu,” kata Hendy.
Hendy berharap persoalan ini segera selesai. “Kasihan juga teman-teman. Saya ingin membantu bagaimana secepat mungkin selesai, karena saya tahu tidak semua teman-teman bekerja tidak baik,” katanya.
Hendy punya alasan mengharapkan persoalan itu selesai. Posisi Rp 107 miliar tersebut selama ini tidak jelas. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jember Tita Fajarwati dalam rapat dengan Panitia Khusus Covid-19 di DPRD Jember, Kamis (2/9/2021), sempat mengungkapkan, surat pertanggungjawaban pelaksanaan dana Covid Rp 107 miliar belum disahkan.
“Dalam arti karena pada saat 31 Desember (2020), mereka (organisasi perangkat daerah pelaksana) belum memberikan kepada BPKAD. Sehingga pengesahan itu pada 2021 pembebanannya kan sudah tidak ada. Tidak ada anggaran, sehingga tidak disahkan,” kata Tita. Sementara itu sejumlah rekanan proyek wastafel yang mengerjakan proyek dengan anggaran tersebut merasa belum pernah dibayar.
Rekanan wastafel menuntut agar Pemkab Jember membayar mereka. Namun permintaan itu sulit dikabulkan, karena menurut Hendy, Badan Pemeriksa Keuangan tidak merekomendasikan pembayaran itu.
Hal ini diperkuat dengan hasil konsultasi Sekretaris Daerah Jember Mirfano dengan Hilman Rosada, Analis Keuangan Pusat dan Daerah Kemendagri, via daring,Kementerian Dalam Negeri, 1 Maret 2022. “Nilai Rp 107 M dalam LRA (Laporan Realisasi Anggaran) tidak mungkin dibebankan pada tahun berikutnya,” kata Mirfano, Selasa (15/3/2022).
“Jika dilakukan pengesahan dengan menarik mundur tanggal pengesahan, apalagi ada tanggal penyetoran sisa ke kas daerah yang melampaui 31 Desember 2020, ini akan lebih berisiko untuk dianggap sebagai fraud dari kacamata audit oleh BPK,” kata Mirfano. Fraud adalah kecurangan yang dulakukan dengan sengaha untuk tujuan tertentu, seperti memberikan gambaran keliru terhadap pihak lain atau menipu.
Menurut Mirfano, Hilman menyarankan agar Rp 107,097 miliar tetap berstatus sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) dan menunggu BPK untuk melakukan koreksi dengan mendalami bukti-bukti transaksinya. Sebelum laporan keuangan tahun anggaran 2022 dan LRA disusun, akan ada koreksi atas LRA berdasarkan hasil temuan BPK dan bila menjadi bagian yang direkomendasikan BPK untuk dikoreksi.
Kemendagri juga mengingatkan, pejabat dilarang mengeluarkan anggaran atau belanja yang belum cukup atau tidak tersedia anggarannya. “Mekanisme BTT (Belanja Tidak Terduga) didahului dengan permohonan RKB (Rencana Kebutuhan Belanja) dulu untuk direalisasikan keuangannya, baru pekerjaan dilaksanakan dan bukan sebaliknya. Sehingga hal ini tidak bisa diakui sebagai utang,” kata Mirfano.
Sebenarnya, lanjut Mirfano, selama secara material formal dan kesesuaian transaksi tersebut dengan RKB bisa dibuktikan, sebenarnya ini bisa dikoreksi. Namun Kementerian Dalam Negeri menegaskan yang berhak melakukan koreksi adalah BPK. “Oleh karena itu sebaiknya Pemkab Jember menyampaikan dengan sebenarnya di CALK (Catatan Atas Laporan Keuangan),” katanya.
Dalam situasi ini, penyelesaian secara hukum menjadi solusi. Selama tidak ada putusan pengadilan mengenai status keberadaan Rp 107 miliar itu, maka nominal itu masih menjadi beban dalam neraca keuangan Pemkab Jember kendati keberadaan uangnya tidak jelas. Ini yang menyebabkan Pemkab Jember akan sulit mendapat opini audit wajar tanpa pengecualian. “Kami harus bekerja dan iklim investasi di Jember harus segera terbuka. Saat ini kami sedang melakukan pembenahan,” kata Hendy.
Sumber: Beritajatim