Ada Temuan BPK di Kerjasama Bappeda Jember dengan Kampus Rp15,2 M

2000

Dokumen audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap belanja APBD Jember 2021 menyebut, salah satu temuannya adalah menyangkut anggaran yang digelontorkan untuk kerjasama antara Bappeda dengan sejumlah perguruan tinggi. Temuan itu menyangkut pengeluaran dana berlebihan, karena anggaran kerjasama justru dibayarkan kepada personil yang tidak jelas alias manipulatif. BPK telah memperoleh konfirmasi.

Seperti termuat dalam halaman 58-61 Buku II LHP BPK bahwa total kelebihan pembayaran akibat kerjasama dengan kampus mencapai Rp358 juta. Berdasarkan uji petik ke 14 paket dari 35 paket swakelola tipe II di Bappeda. Penyebabnya, terdapat tenaga ahli, tenaga pendukung, tenaga pembantu lapangan, dan petugas administrasi yang berdasarkan hasil konfirmasi BPK kepada mereka menyatakan tidak terlibat dalam kegiatan dan/atau jumlah kehadiran tidak sesuai dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).

Bappeda Jember disebut menggelontorkan anggaran senilai Rp15,2 miliar untuk 35 paket proyek kerjasama dengan 5 lembaga dari 4 kampus berbeda-beda. Namun, masih perguruan tinggi di wilayah Jawa Timur.

Sesuai besaran dana yakni, LP2M Universitas Jember Rp9,3 miliar; DKPU ITS – Surabaya Rp3,1 miliar; Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Rp1,2 miliar; LPPM Universitas Brawijaya Rp847 juta; dan Politeknik Negeri Jember Rp591 juta. Skema kerjasama menggunakan Swakelola Tipe II. Penggunaannya untuk belanja jasa non kontruksi berupa jasa konsultansi berupa layanan jasa studi penelitian dan bantuan teknik.

Merujuk temuan BPK, sudah tidak sesuai ketentuan sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga pertanggungjawaban. Sehingga, mengakibatkan jasa konsultansi berupa penelitian, kajian, survei berpotensi tidak sesuai kebutuhan dan tidak termanfaatkan.

Sehubungan yang ditemukan BPK adalah 35 paket jasa konsultansi dengan perguruan tinggi, seluruhnya tanpa dimulai dengan dokumen proposal. Dasar usulan malah diantaranya berasal dari hubungan lewat telepon.

Rincian pengusul: via telepon (6 paket); internal Bappeda (6paket); berkala (8 paket); Tim Ahli Bupati Jember (8 paket); dan top down (7 paket). Seluruhnya, tanpa disertai surat usulan. Bappeda pun menyusun RAB paket jasa konsultansi dengan kampus secara spontan. Mengakibatkan dalam kegiatan terdapat kesalahan perhitungan aritmatik volume/koefisien/ satuan dan harga satuan komponen biaya langsung personil dalam RAB.

Kepala Bappeda Jember, Jadi Mulyono masih belum menjawab saat coba dikonfirmasi melalui telepon pada Jumat, 5 Agustus 2022. Sedangkan, Ketua LP2M Universitas Jember Profesor Yuli Witono yang juga merangkap Ketua Tim Ahli Bupati Jember enggan berkomentar mengenai hal itu.

“Mohon maaf nggih mas, kalau terkait perihal-perihal tersebut monggo yang lebih tepat dikonfirmasi ke pihak Bappeda,” jawabnya melalui pesan singkat.

Anggota Badan Anggaran DPRD Jember, David Handoko Seto dalam kesempatan rapat dengan Tim Anggaran Pemkab Jember telah mencecar banyak pertanyaan, termasuk juga masalah ini. Tapi, tidak mendapat jawaban pasti.

David mempermasalahkan kengawuran Bappeda yang dianggap tidak cermat dalam hal pembelanjaan anggaran bagi kegiatan swakelola tipe II. Terlebih lagi saat ditemukan personil dibayar tanpa ada keterlibatan dalam kegiatan.

“Manipulasi personil bisa dikatakan fiktif. Kenapa ini bisa terjadi? Padahal, dengan perguruan tinggi yang harus menjunjung tinggi moralitas dan integritas,” seru legislator Partai NasDem itu.

Ia menyinggung, sangat terbuka lebar kemungkinan ada konflik kepentingan dalam paket jasa konsultasi. Mengingat porsi gelontoran anggaran paling besar mengarah kepada LP2M Universitas Jember yang dipimipin langsung oleh Ketua Tim Ahli Bupati.

Selebihnya, ia menambahkan kurangnya penjelasan Pemkab Jember terhadap banyaknya temuan BPK menjadi salah satu faktor yang membuat gerah anggota Dewan. Sehingga, sidang paripurna LPP APBD 2021 beberapa waktu lalu gagal disahkan akibat peserta rapat tidak kuorum.

“Kami sebagai lembaga legislatif tidak mau serta merta menurunkan daya kritis dengan tutup mata terhadap penyimpangan anggaran. Justru, ketika dalam bingkai hubungan harmonis dengan eksekutif, maka kritik-kritik lah yang muncul untuk tujuan memperbaiki kinerja lembaga pemerintahan,” tegasnya.

Sumber: Nusadaily.com