Untuk menepis ketakutan kepala daerah dan kuasa pengguna anggaran menjalankan proyek, pemerintah memberi jaminan, setiap temuan yang berpotensi merugikan negara tidak serta merta dipidana.
Bahkan, diskresi ataupun kebijakan yang dibuat kepala daerah untuk mempercepat program pembangunan juga tidak akan dipidana sepanjang tidak merugikan negara. Kalaupun ada proses yang dinilai tidak tepat, sepanjang hal itu tidak dengan niat korupsi, sanksinya hanya secara administratif oleh pengawas internal pemerintah.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung seusai rapat koordinasi dengan gubernur, kepala kejaksaan tinggi, dan kepala kepolisian daerah, yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, mengatakan, rakor dimaksudkan agar ada persamaan persepsi antara kepala daerah dan aparat penegak hukum.
Selain dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, rakor juga dihadiri Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Jaksa Agung HM Prasetyo, Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrachman Ruki, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ardan Adiperdana, serta empat menteri koordinator dan sejumlah menteri.
“Kebijakan dan kesalahan administratif tidak bisa dipidanakan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Langkah koordinasi ini penting agar tidak ada lagi ketakutan di antara pejabat negara dalam penyerapan anggaran,” katanya.
Pramono menambahkan, jika daerah tengah diinvestigasi BPK dan BPKP terkait dengan temuan kesalahan dan potensi kerugian negara, sesuai ketentuan, auditor memberikan waktu 60 hari untuk perbaikan. “Dalam waktu 60 hari itu, aparat penegak hukum di daerah tidak boleh menekan kepala daerah,” ujarnya.
Menurut Pramono, dengan penegasan hal itu, Presiden Jokowi berharap penyerapan anggaran melalui belanja modal hingga pertengahan Desember mendatang dapat ditingkatkan hingga di atas 80 persen. Saat ini penyerapan anggaran baru sekitar 20 persen.
Plt. Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki juga meyakinkan agar para kepala daerah tak perlu takut menggunakan anggaran. Asalkan penggunaan anggaran dapat dipertanggungjawabkan, pengguna anggaran sebaiknya tak perlu risau.
“Kadang saat mengambil kebijakan, pemerintah perlu diskresi. Ada penilaian terhadap diskresi itu, apakah diperlukan, melanggar hukum atau tidak. Jika ada indikasi kerugian negara, kami minta BPK atau BPKP mengaudit investigasi. Baru setelah ada fakta perbuatan melawan hukum, kami maju ke tahap penyidikan,” paparnya.
Menurut Ruki, langkah pemerintah bukan tindakan untuk menoleransi pidana. Namun, terobosan yang bisa ditoleransi sepanjang tak merugikan keuangan negara. “Kami tetap menganjurkan agar kepala daerah membelanjakan uang negara semaksimal mungkin tanpa keluar dari aturan,” ujarnya.