Pemerintah daerah sejauh ini belum bersikap atas keberadaan anggaran hibah dan bantuan sosial (bansos) yang tengah terparkir di bagian kesejahteraan rakyat (kesra). Apakah akan disalurkan melalui kesra ataupun melalui organisasi perangkat daerah (OPD) teknis lainnya.
Sejak diketahui rencana penyaluran bantuan itu terganjal Permendagri Nomor 90 Tahun 2019, bantuan yang diperuntukkan para guru mengaji musala dan pesantren itu terancam terkatung-katung. Di satu sisi, pemerintah didesak harus segera menyalurkannya. Namun di sisi lain, ada regulasi yang menghalanginya.
Anggota Komisi D DPRD Jember Ardi Pujo Prabowo berpandangan, Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tersebut memang tidak mengizinkan kesra selaku organ staf menjadi eksekutor anggaran bansos. Sebab, kewenangan itu seharusnya ada di OPD teknis. “Sebenarnya bukan berarti anggaran itu tidak ada atau tidak bisa dieksekusi. Anggarannya ada. Hanya saja, aturannya mengamanatkan OPD, bukan kesra,” katanya.
Politisi Partai Gerindra itu juga mengungkapkan, ketika Komisi D melakukan rapat dengan pihak Kesra Pemkab Jember, Komisi D sempat mengendus bahwa rencana penyaluran dana hibah dan bansos melalui kesra itu rawan terganjal regulasi. Namun, pemerintah daerah melalui kesra tetap memarkir anggaran keumatan tersebut di kesra, sekaligus menjadikannya selaku eksekutor. Sebab, dalam riwayatnya, pada tahun 2022 dan tahun 2021 lalu, Pemkab Jember melalui kesra sempat menyalurkan gansos di atas Rp 30 miliar kepada sekitar 23.000 orang guru mengaji. “Sejak awal kami menyinyalir ini tidak bisa tereksekusi di APBD awal,” jelasnya.
Ketika diketahui sejak awal tidak bisa tereksekusi, Komisi D berinisiatif mengajak Bagian Kesra Pemkab Jember untuk mendudukkan perkara tersebut ke Biro Hukum Pemprov Jatim. “Ini nanti kita bersama kesra pemda akan ke Biro Hukum dan Kesra Provinsi untuk mempertanyakan itu,” katanya.
Lebih jauh, ia menilai pemerintah tidak perlu gegabah atau terburu-buru menyalurkan bantuan tersebut. Komisi D, menurutnya, menghendaki para penerima bantuan, guru mengaji, musala dan pesantren, di kemudian hari tidak tersandung masalah lantaran ketidakjelasan aturan yang memayunginya. “Kalau belum klir payung hukumnya, jangan dipaksakan. Ini berpotensi gaduh. Apalagi kalau sampai jadi temuan BPK, malah griduh,” gerutunya.
Ia juga mewanti-wanti pemerintah daerah tidak memanfaatkan kesempatan penyaluran bantuan tersebut, meskipun nanti jalan satu-satunya harus dilakukan saat Perubahan APBD (PAPBD) yang itu artinya mendekati tahun politik 2024 mendatang. “Meskipun nanti opsinya di PAPBD dan mendekati tahun politik, ya, harus steril lah dari kepentingan politis,” pintanya.
Sebelumnya, Kabag Kesra Pemkab Jember Achmad Mushoddaq mengakui bahwa penyaluran bantuan itu memedomani Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodifikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah. Selain itu, juga memedomani Perbup Kabupaten Jember Nomor 135 Tahun 2021 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi serta Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Jember. “Kami baru paham setelah adanya kunjungan Bagian Kesra Kabupaten Malang ke Pemkab Jember, sekitar Oktober 2022 lalu, di mana Kesra Kabupaten Malang sudah melaksanakan regulasi ini sejak tahun anggaran 2022,” urainya.
Mushoddaq menambahkan, aturan itu menurutnya baru penyesuaian di sejumlah daerah. Termasuk oleh Pemkab Jember. Sebab, beberapa kabupaten/kota masih melakukan penyesuaian dan ada yang telah melimpahkan ke OPD teknis. Ia juga merasa tidak ingin menerabas aturan ataupun regulasi yang disepakati. “Monggo kita ikuti regulasi yang ada agar barokah,” pungkasnya.
Sumber: Radar Jember