BPK Temukan Ketidaksesuaian Penyaluran Dana Bansos Covid-19, Apa Kata Dinsos Kabupaten Malang?

1852

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang saat ini tengah menyoroti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait ketidaksesuaian Bantuan Sosial (Bansos) untuk penanganan Covid-19 pada pemeriksaan anggaran tahun 2020 di Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Malang.

Berdasarkan catatan BPK, dalam buku Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkannya pada tahun 2021, menyebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten Malang dalam rangka penanganan dampak sosial akibat penyebaran pandemi Covid-19. Dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) mengadakan kerjasama belanja tak terduga (BTT).

Yang mana, kerjasama itu BPBD Provinsi Jatim memberikan bantuan senilai Rp 30 miliar yang diperuntukkan bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Malang yang terdampak pandemi Covid-19.

Pencairannya pun, dilakukan secara bertahap setiap bulannya yakni sebesar Rp 10 miliar untuk 50.000 Kepala Keluarga (KK) yang berupa bantuan bahan pangan yaitu beras, telur, dan minyak goreng.

Dalam pelaksanaan penyaluran bantuan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pengadaan barang. Bahan pangan dan menanggung biaya distribusi dan pengemasan. Serta biaya operasional dalam program jaring pengaman sosial (JPS) tersebut.

Setelah ditelusuri BPK, menghasilkan bahwa konfirmasi kepada bendahara pengeluaran dan PPKom Dinsos terdapat selisih lebih pembayaran tersebut tidak didukung dengan dasar pengeluaran yang sah.

Dinsos Berikan Konfirmasi kepada Media

Atas temuan BPK itu, Sekretaris Dinsos Kabupaten Malang Wendi memberikan konfirmasinya kepada para pewarta, hari ini, Rabu (25/8/2021).

“Pemeriksaan itu sudah clear dan tidak ada masalah. Intinya kita sudah sesuai prosedur dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk uangnya sudah kami setor ke kas daerah. Ada pemahaman yang berbeda dengan BPK,” ungkapnya.

Masih di tempat yang sama, disinggung soal adanya laporan masyarakat terhadap DPRD. Bahwa kualitas bansos berupa beras kualitas kurang bagus.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) Dinsos Favorita, menyebutkan, itu tidak mungkin terjadi.

Pasalnya proses Bansos sendiri adalah bahan pangan, pada saat droping dilakukan pengecekan oleh penerima dan perangkat Desa atau pendamping desa.

“Hal itu tidak mungkin terjadi, karena dalam pendistribusian bantuan itu dikroscek. Disana ada perangkat desa atau pendamping desa. Apabila tidak sesuai dengan mutu atau spesifikasi yang diminta dalam penyalurannya kita langsung minta diganti,” tandasnya.

Perlu diketahui, pengadaan bahan pangan Program JPS Provinsi Jatim dilakukan oleh pihak ketiga. Melalui sembilan kontrak pelaksanaan dengan tiga tahap penyaluran.

Pihak ketiga itu diantaranya adalah PT BCP sebesar Rp. 3,8 miliar, CV ABL sebesar Rp 3,5 miliar. CV SK sebesar Rp 2,1 miliar, CV MB Rp 3,6 miliar, CV SM sebesar 3,7 miliar. CV RJ sebesar Rp 2,5 miliar, CV MB Rp 6,6 miliar, CV SM Rp 2,6 miliar dan CV PJA sebesar Rp 684 juta.

Tahap pertama penyaluran dalam program JPS I dilakukan oleh CV CBP, CV ABL, dan CV SK. Untuk penyaluran program JPS II adalah CV MB, CV SM, dan CV RJ. Sedangkan di penyaluran program JPS III dilakukan oleh CV MB, CV SM dan CV PJA. (aje/aka)

Sumber: nusadaily.com