Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menghimbau seluruh kabupaten, kota, dan provinsi mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Jika tidak, BPK bakal menjatuhkan sanksi administrasi terhadap pemerintah daerah.
Pesan dan peringatan ini disampaikan Ketua BPK RI Harry Azhar Azis saat menyampaikan materi kuliah pakar bertema Sistem Pengelolaan Keuangan Negara, di Kampus B Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Jum’at (30/10). Alokasi anggaran 20% diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Harry menilai pemerintah saat ini masih kurang dalam memperhatikan pendidikan dan kesehatan, karena masyarakat terdidik masih sangat kecil. “Itu kalau dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, dan Korea, apalagi dengan Amerika dan Jepang,” kata pria yang dulu aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini.
Peringatan BPK RI terkait anggaran pendidikan ini secara tidak langsung “menyentil” Pemprov Jatim yang dinilai belum mengalokasikan 20% dari total APBD untuk pendidikan. Sekadar diketahui dari total kekuatan APBD sebesar Rp 23 triliun, Pemprov Jatim hanya menyisihkan Rp 290 miliar atau sekitar 6% untuk anggaran pendidikan. “Kita akan cek kepatuhan, baik pemerintah provinsi atau kota/kabupaten. Sesuai UU atau tidak. Karena ini (anggaran pendidikan 20%) diatur Undang-Undang,” kata Harry.
Menurutnya, jika tidak sampai 20%, pihaknya akan menjatuhkan sanksi administrasi. “Kita akan kenakan sanksi ini kepada DPRD sebagai pembuat, pengawas anggaran. Serta gubernur, walikota, bupati,” tegas Harry.
Sementara anggota Komisi E DPRD Provinsi Jatim Suli Daim mengaku sudah tidak bisa berbuat apa-apa soal alokasi anggaran dana pendidikan 20%. Suli pun sangat menyayangkan penurunan anggara. Padahal seharusnya dengan adanya UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang salah satunya berisi pengambilalihan kewenangan SMA/SMK ke Pemprov, anggaran pendidikan di Jatim tetap atau kalau bisa meningkat. Bukan turun drastis dari Rp 490 miliar ke Rp 290 miliar. “Semestinya pengambilalihan (SMK/SMA ke provinsi) ya harus tambah. Tapi kita utek-utek ke Bappeda kan juga tidak bisa,” pungkasnya.