Sekda dan Kepala Inspektorat Kabupaten Ngawi memberi respons atas temuan Badan Pemeriksa Kuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Timur, terkait anggaran untuk penanganan Covid-19 tahun 2020. Dalam laporan BPK usai pemeriksaan kepatuhan dan penanganan pandemi Covid-19 tahun 2020 di Ngawi, anggaran untuk penanganan pandemi itu diduga bermasalah.
Dan besaran anggaran yang bermasalah itu mencapai Rp 25 miliar, seperti tertuang di laporan dalam hasil pemeriksaan kepatuhan atas penanganan pandemi Covid-19 pada Pemkab Ngawi bernomor 90/LHP/XVIII.SBY/12/2020 tertanggal 21 Desember 2020.
Dalam laporan BPK itu, terdapat anggaran belanja hasil refocusing dan realokasi yang tidak ditujukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan penanganan Covid-19 sebesar Rp 25 miliar.
Sekda Kabupaten Ngawi, Mokh Sodiq Triwidiyanto saat dikonfirmasi menyatakan, temuan yang disampaikan BPK dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) penanganan pandemi Covid-19 tahun 2020 hanya bersifat administrasi.
“Temuan BPK itu hanya persoalan administrasi dan penataan anggaran saja. Untuk teknis lebih lanjut silakan ke Inspektorat, detailnya saya tidak paham. Waktu penangan Covid-19, ada pendampingan dari Kejaksaan Negeri Ngawi,” kata Sodiq, kepada SURYA, Kamis (23/12).
Sesuai peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 39 Tahun 2020 dan Keputusan bersama Mendagri dan Menkeu Nomor 119/2813/SJ dan Nomor 177/KMK.07/2020, mengatur penyesuaian penggunaan alokasi anggaran refocusing APBD 2020.
Sesuai aturan itu, penyesuaian atau refocusing APBD 2020 digunakan untuk penanganan Covid-19 terutama pada penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi dan penyedian jaring pengaman sosial.
Menurut BPK dalam laporannya, anggaran penanganan Covid-19 Pemkab Ngawi tahun 2020 berdasarkan peraturan bupati terkait penjabaran perubahan APBD 2020 sebesar Rp 278.623.821.655 (Rp 278,6 miliar).
Anggaran itu digunakan untuk belanja langsung yang melekat pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran, Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD), terkait penanganan kesehatan sebesar Rp 200.040.321.327.
Sementara belanja tidak terduga yang melekat pada DPA SKPD untuk penanganan kesehatan sebesar Rp 45.583.500.328, penanganan dampak ekonomi Rp 13.150.000.000 dan jaring pengaman sosial sebanyak Rp 19.850.000.000.
Dari jumlah total anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 278 miliaran, BPK menemukan anggaran penanganan Covid-19 di sektor pendidikan, tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 7,6 miliar.
Tak hanya itu, BPK juga menemukan anggaran pelayanan kesehatan masyarakat miskin sebesar Rp 17,4 miliar, bukan merupakan kegiatan penanganan covid-19.
Menurut BPK, kondisi itu terjadi lantaran Sekda Ngawi selaku Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kurang cermat dalam melakukan refocusing dan relokasi penanganan covid-19.
Sementara Kepala Inspektorat Kabupaten Ngawi, Yulianto yang ditemui menjelaskan, seluruh temuan BPK yang disampaikan dalam LHP penanganan pandemi Covid-19 tahun 2020 tidak ada penyimpangan. Pemkab Ngawi sudah menindaklanjuti berbagai temuan dalam LHP itu.
“Pasti sudah ditindaklanjuti (masing-masing OPD), karena kalau tidak ditindaklanjuti akan ditagih BPK,” kata Yulianto, sembari menambahkan sejauh ini belum ada aparat penegak hukum yang menangani temuan dari BPK ini. ****
Sumber: surabaya.tribunnews.com