Angin segar tengah meliputi SMA/SMK negeri di Jawa Timur. Pasalnya, program biaya penunjang operasional penyelenggara pendidikan (BPOPP) atau yang dikenal dengan TisTas yang ditunggu tiga bulan terakhir, akhirnya bisa diterima di rekening masing-masing sekolah beberapa waktu yang lalu. Kendati begitu, dalam pelaksanaannya, pengelolaan BPOPP justru menjadi dilematis bagi sekolah.
Menurut Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Prof Akh Muzakki, Tistas atau BPOPP menjadi program yang menyenangkan tapi bikin sakit gigi di sebagian kalangan. Pasalnya, ketika sekolah mengambil program Tistas maka ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan secara leluasa oleh sekolah. Yang ujung-ujungnya akan menjadi pembatasan.
“Misalnya dalam aturan penggunaan BPOPP, dana dari APBD Pemprov tidak bisa digunakan sebagai sumber pendanaan kegiatan siswa di luar kelas atau outdoor. Padahal program itu kerap digunakan dalam pembelajaran sekolah untuk pengembangan karakter,” ungkap dia, Minggu (15/9).
Tapi karena ada pembatasan, maka untuk point tersebut sekolah mengalami posisi dilematis. Satu sisi tidak boleh melakukan pendidikan outdoor. “Kalau tetap dilakukan maka solusinya kan menarik ke siswa sebagai mencari sumber pendanaan. Tapi hal itu juga dilarang,” paparnya. Maka dari itu, perlu adanya pendampingan dalam rangka penggunaan dana BPOPP bagi sekolah. Sebab, tahun ajaran 2019/2020 adalah tahun pertama implementasi program BPOPP atau Tistas di Provinsi Jawa Timur.
“Pertanggungjawaban anggarannya ada audit langsung. Sehingga pendampingan dibutuhkan agar tidak ada kesalahan dalam penggunaan anggaran,” lanjut dia. Di mana dananya, ternyata tidak bisa cair per bulan. Padahal untuk kebutuhan operasional tentunya sekolah membutuhkan cashflow bulanan.
“Sekarang jumlah AC yang ada di sekolah dengan AC yang menyela itu sudah nggak sama. Karena riil problemnya dana tidak bisa cair per bulan. Maka kita tekankan lagi agar ke depan pendampingan penggunaan keuangan untuk Tistas bisa dilaksanakan, karena nyatanya sekolah banyak yang masih belum bisa melakukan sinkronisasi dalam masa adjustmen di tahun ini. Kita berharap cairnya bisa bulanan dan pertanggungjawabannya juga bisa dibuat serupa,” papar dia.
Sementara itu, Plt Kepala Dindik Jatim Hudiyono menuturkan jika pihaknya telah menggelar focus group discussion (FGD) dengan seluruh kepala cabang dinas pendidikan Jatim dan ketua MKKS se Jatim. Hal itu dilakukan untuk mensosialisasikan sekaligus melakukan evaluasi produk juknis yang akan diterapkan dalam pelaksanaan Tistas yang sudah cair beberapa waktu yang lalu.
“Kita bentuk ini agar sekolah paham aturan main yang ada dalam pelaksanaan administrasi penganggaran. Karena dalam menggunakan managemen berbasis sekolah, mereka melaksanakan program unggulan dan bermutu,” tuturnya.
Sehingga, kata dia, harus ada rambu program yang harus terkorelasi antar program provinsi pusat dan cabang dinas. Di samping itu, dalam melaksanakan program juga harus memperhatikan ruang publik administrasi karena sudah ada regulasinya.
“Mereka harus bisa menggunakan anggaran sesuai dengan pertanggung jawabannya. Agar tidak ada kasus pidana atau perdata terkait pengelolaan (BPOPP) ini,” urainya.
Lebih lanjut, sambung dia, sekolah harus teliti soal laporannya. Jangan sampai lalai. Dan yang terpenting adalah daya serapnya. Mengingat hal tersebut akan berpengaruh pada pencairan triwulan berikutnya.
“Agar sekolah kalau sudah cair harus diselesaikan sesuai dengan tahapan daya serap. Jadi kalau daya serap rendah kemudian laporan terlambat bagaimana bisa mencairkan triwulan berikutnya? Karena ini diukur dari pertanggungjawaban. Kinerja sekolah menjadi evaluasi,” tegas Hudiyono.
Tahun ini, untuk realisasi di tahap pertama di bulan Juli-September, Dinas Pendidikan Jawa Timur mengganggarkan lebih dari Rp 218 miliar. Dengan rincian Rp 80.570.610.000 untuk 424 SMA negeri di Jawa Timur. Sedangkan untuk 297 SMK negeri seluruh Jawa Timur mencapai Rp. 137.493.420.000.