Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur menyampaikan pendapat terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jatim Tahun Anggaran 2020. Setidaknya ada enam poin penting yang disampaikan dalam rapat paripurna yang berlangsung, Kamis (17/6/2021).
Hal tersebut menjadi tindak lanjut atas nota penjelasan keuangan Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jatim Tahun Anggaran 2020 yang disampaikan oleh Gubernur Khofifah Indar Parawansa.
Juru bicara Banggar DPRD Jatim Riyadh Rosyadi mengatakan, pihaknya bersama Tim Anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim telah melakukan telaah dan mencermati Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jatim Tahun Anggaran 2020, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
“Badan Anggaran berpendapat bahwa Raperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2020 layak untuk dibahas lebih lanjut oleh komisi-komisi dan fraksi-fraksi, sesuai mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena telah memenuhi perangkat yuridis yang diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan,” ucap Riyadh Rosyadi.
Meski demikian, ada enam poin catatan dari Banggar DPRD Jatim yang perlu diperhatikan. Dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Maslachah itu, Riyadh merinci keenam catatan penting itu.
Pertama, terkait capaian belanja yang disinyalir ada penghematan, Banggar meminta kepada Tim Anggaran Pemprov Jatim agar berkoordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mencermati betul belanja-belanja yang sifatnya urgen dan harus dilaksanakan. Sehingga apabila terjadi kebijakan refocusing, tidak mengorbankan program dan kegiatan yang menjadi keharusan.
“Untuk itu, Badan Anggaran meminta kepada Komisi-Komisi dapat membahas dengan OPD mitra kerjanya masing-masing, mengapa penghematan itu bisa terjadi di saat-saat masyarakat lagi membutuhkan,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Kedua, terhadap angka Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) Tahun 2020, Banggar meminta agar Tim Anggaran Pemprov Jatim dapat memilah antara kewajiban dan prioritas yang harus dipenuhi. Termasuk kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggungan pada APBD Tahun 2020. Tujuannya, agar dalam pembahasan dan penyusunan Perubahan APBD Tahun 2021 nanti dapat dipertimbangkan.
“Ketiga, terkait dengan BPOPP (Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan) Negeri maupun Swasta yang dirasa kurang dalam penganggarannya pada anggaran murni tahun 2020 kemarin, maka Badan Anggaran meminta kepada eksekutif untuk menata ulang anggaran BPOPP pada kesempatan Perubahan APBD Tahun 2021 nanti,” lanjutnya.
Diminta Membuat Terobosan
Kemudian, catatan yang keempat, yaitu terkait penurunan dana transfer dari Pemerintah Pusat, Badan Anggaran menyadari bahwa dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini juga berdampak pada kondisi APBN.
Namun, pada saat kondisi normal, hendaknya Pemprov Jatim membuat berbagai terobosan melalui OPD terkait, untuk menyampaikan program-program yang populis kepada Pemerintah Pusat.
“Kelima, refocusing pada tahun 2020 sekitar Rp 2,3 triliun, karena ini juga merupakan bagian dari Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2020, maka diminta, eksekutif bisa menjelaskan penggunaannya kepada DPRD,” sambung Riyadh.
Sedangkan poin yang terakhir (keenam), Banggar memberikan apresiasi kepada Pemprov Jatim atas kinerja keuangan yang telah melampaui target pendapatan.
Gubernur Khofifah Indar Parawansa sebelumnya memang mengungkapkan terkait capaian pendapatan daerah pada tahun 2020 tercatat Rp 31,631 triliun atau 104,9 persen dari target Rp 30,142 triliun.
“Sekali lagi, kami menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur atas kinerja keuangan yang telah melampaui target pendapatan,” pungkas Riyadh Rosyadi.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak saat ditemui seusai rapat paripurna menyampaikan, terkait refocusing yang dilakukan pada tahun lalu (2020), merupakan amanah dari pemerintah pusat.
Dan dalam proses refocusing tersebut, Emil menyebut pihaknya terus menginformasikan kepada legislatif agar memastikan terlaksana dengan baik dan menjawab apa yang menjadi kebutuhan mendesak.
“Alhamdulillah, dengan LHP (Laporan Hasil Keuangan) BPK yang menyatakan wajar tanpa pengecualian, kita tentunya memastikan tata kelola tersebut telah terlaksana dengan baik,” kata Emil.