Jatim Dapat Opini WTP – Tapi Masih Ada Ganjalan di Laporan Dana Hibah

922

Gubernur dan jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat bernapas lega menyusul selesainya pemeriksaan Laporan Keuangan Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2015. Kemarin (13/6) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap laporan tersebut.

Artinya, laporan keuangan yang dibuat Pemprov Jatim telah dianggap bebas dari penyimpangan serta memenuhi unsur-unsur akuntabilitas. Tepuk tangan langsung menggema di ruang sidang paripurna DPRD Jatim begitu opini WTP dinyatakan secara resmi oleh Anggota V BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara.

Sidang paripurna istimewa di DPRD Jatim kemarin memang digelar khusus dalam rangka penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK kepada gubernur. Opini WTP itu sekaligus memupus kekhawatiran Pemprov dan DPRD Jatim. Maklum, untuk tahun anggaran 2014, Jatim mendapat predikat wajar dengan pengecualian. Artinya, masih ada beberapa poin laporan keuangan yang dianggap tidak wajar.

Sempat ada kekhawatiran bahwa Jatim akan kembali mendapat predikat WDP tahun ini. “Kami tadi sempat sport jantung menunggu keputusan BPK,” ujar Ketua DPRD Jatim Abdul Halim Iskandar yang bertindak sebagai pimpinan rapat.

Dalam sambutannya, Moermahadi menegaskan, tujuan utama pemeriksaan keuangan bukan mencari celah maupun kekurangan lembaga penyusun laporan keuangan, namun lebih pada pemberian opini profesional auditor terhadap laporan keuangan tersebut. “Saya harap opini WTP ini menjadi dorongan dan motivasi untuk semakin menguatkan komitmen,” katanya.

Moermahadi juga menjelaskan, ada empat kriteria yang digunakan BPK untuk menilai sebuah laporan keuangan. Yakni, laporan tersebut memenuhi standar akuntansi nasional, sistem pengelolaan internal, kepatuhan terhadap poin undang-undang, serta kecukupan informasi yang termuat dalam laporan tersebut.

Saat diwawancarai, pria kelahiran Bandung itu mengakui bahwa sistem pelaporan keuangan tahun ini agak sedikit berbeda. Bisa jadi pihak provinsi mengalami kesulitan dalam penyusunannya. Tahun 2015 adalah kali pertama sistem akuntansi berbasis akrual digunakan. “Sebelumnya cuma 4 laporan, sekarang jadi 7 laporan,” jelasnya.

Meski demikian, laporan keuangan tersebut tidak lantas sempurna. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi catatan BPK dan menjadi rekomendasi dalam LHP tersebut. Yakni, pemprov diharapkan mengendalikan penggunaan dana hibah berupa bansos, meningkatkan kajian penelitian perguruan tinggi, serta meningkatkan SDM tenaga akuntan internal yang dimiliki. “Ya namanya manusia, tidak ada yang sempurna. Apalagi laporan, ada beberapa kesalahan kecil, tapi sifatnya tidak materiil,” katanya.

Selanjutnya, gubernur, pemprov, dan DPRD Jatim wajib menindaklanjuti rekomendasi BPK tersebut. Di antaranya, melakukan perbaikan-perbaikan administratif dan upaya pelaksanaan rekomendasi BPK. Sebagaimana pasal 20 ayat 3 UU Nomor 15 Tahun 2004, jawaban atau tindak lanjut harus disampaikan kepada BPK paling lambat 60 hari sejak LHP diberikan.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengaku amat bersyukur atas perolehan predikat WTP tersebut. Dia juga berjanji segera melakukan perbaikan administratif serta menyelesaikan laporan dana hibah bansos. “Akan kami selesaikan, ndak nyampe 60 hari sudah selesai,” tegasnya.

Menurut Soekarwo, molornya penyelesaian laporan dana hibah berupa bansos disebabkan banyaknya titik lokasi penyaluran. Ada ribuan titik lokasi bansos yang tersebar di seluruh Jawa Timur. “Titiknya jauh dan banyak, sekitar 13.000,” ungkap pria yang akrab disapa Pak De itu.

[Selengkapnya …]