Abdul Muis Sonhaji, Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jember, Jawa Timur, meminta aparat kepolisian tidak ragu-ragu dalam mengusut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2020 sebesar Rp 107 miliar. Anggaran ini adalah anggaran belanja Covid-19 pada era Bupati Faida.
Saat ini tim dari Kepolisian Daerah Jawa Timur ada di Jember dan memeriksa sejumlah aparatur sipil negara mengenai penggunaan dana Covid-19 pada 2020. “Aparat penegak hukum tidak boleh ragu dalam mengusut dugaan-dugaan penyimpangan pengelolaan dana masyarakat, karena tentu ketika itu dibiarkan, maka akan ada dampak yang sangat signifikan, yaitu ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah, terhadap aparat penegak hukum,” kata Muis.
Jika ketidakpercayaan itu muncul, menurut Muis, tidak mustahil suatu saat akan ada pembangkangan oleh masyarakat. “Kenapa? Karena masyarakat akan melihat pesimistis. Masyarakat melihat pengelolaan dana masyarakat dalam APBD terserah pemerintah daerah. Apakah itu untuk kesejahteraan rakyat atau tidak, apakah itu untuk kepentingan rakyat atau tidak, apakah itu ada penyimpangan atau tidak, masyarakat kemudian apriori,” katanya.
“Ketika apriori itu muncul, maka suatu saat akan ada perlawanan dari masyarakat. Bisa jadi mereka akan menolak bayar pajak seperti yang pernah didengungkan beberapa waktu lalu,” kata Muis.
Muis berharap penegak hukum mengusut tuntas kemungkinan-kemungkinan penyimpangan yang terjadi. “Anggaran Pendapatan Belanja Daerah adalah uang masyarakat yang dikelola pemerintah daerah. Tentu pengelolaannya harus bertumpu pada kesejahteraan masyarakat. Tapi bila dalam pengelolaan APBD tersebut ada bentuk-bentuk penyimpangan, apalagi auditor yang sudah dipercaya negara menyatakan ada penyimpangan, maka tentu ini harus ditindaklanjuti aparat penegak hukum,” katanya.
“Tentu kami berharap juga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melakukan supervisi terhadap upaya penyelidikan dan penyidikan ini. Dengan harapan kepolisian dan kejaksaan bekerja sungguh-sungguh menemukan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi,” kata Muis.
Muis mengatakan, Rp 107 miliar tidak sedikit, sehingga harus jadi perhatian aparat penegak hukum. “Ketika kasus ini sampai di pengadilan, kami berharap hakim betul-betul menggunakan nuraninya dalam mengambil keputusan sesuai fakta dan data yang dimiliki. Sehingga kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, tetap terjaga,” jelasnya.
Kendati meminta agar hukum ditegakkan, Muis berharap asas praduga tak bersalah dikedepankan. “Selama belum ada putusan pengadilan inkracht, kita tidak bisa menghukum orang yang dianggap melakukan penyimpangan dengan hukum positif maupun hukum sosial. Kita sebagai masyarakat menunggu apa yang akan dilakukan para penegak hukum. Kita berharap itu secepatnya dilaksanakan, sehingga ada kepastian hukum bagi masyarakat,” katanya.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Jember 2020, penyajian kas di bendaharawan pengeluaran sebesar Rp 107.097.212.169,00 tidak sesuai dengan SAP (Standar Akuntansi Pemerintah).
Pengeluaran sebesar itu meliputi beberapa jenis belanja yaitu belanja honorarium, belanja uang saku, belanja makan minum bantuan sosial, belanja barang pakai habis (ATK, obat-obatan, alat kebersihan, alat kesehatan, makan minum petugas, APD), belanja modal (alat kesehatan, wastafel), belanja bansos (sembako, uang tunai).
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jember Tita Fajarwati dalam rapat dengan Panitia Khusus Covid-19 di DPRD Jember, Kamis (2/9/2021), sempat mengungkapkan, surat pertanggungjawaban pelaksanaan dana Covid Rp 107 miliar belum disahkan.
“Dalam arti karena pada saat 31 Desember (2020), mereka (organisasi perangkat daerah pelaksana) belum memberikan kepada BPKAD. Sehingga pengesahan itu pada 2021 pembebanannya kan sudah tidak ada. Tidak ada anggaran, sehingga tidak disahkan,” kata Tita.
Sumber: Beritajatim