Luncurkan BUS, Bank Jatim Ditegur Dewan

916

Keinginan PT Bank Jatim yang akan meluncurkan Bank Umum Syariah (BUS) pada Juni 2018 mendapat teguran dari Komisi C DPRD Jatim. Sebab sesuai aturan Perda, jika kebijakan BUMD terkait dengan anggaran APBD, harus dikonsultasikan lebih dahulu kepada Komisi C DPRD Jatim yang membidangi soal BUMD.

Itulah mengapa pada hearing antara Komisi C DPRD Jatim, PT Bank Jatim dan Biro Perekonomian, Senin (5/3) disepakati untuk membahas pendirian BUS akan digelar pertemuan lagi. Termasuk soal penyerahan Rencana Anggaran Kerja (RKA) yang dalam aturannya sebelum dilaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Anggota Komisi C DPRD Jatim, Sri Subiati menegaskan jika selama ini terjadi miss communication antara Komisi C DPRD Jatim dengan Biro Perekonomian Pemprov Jatim, dimana laporan RKA selalu dilaporkan ke dewan setelah RUPS.

“Seharusnya RKA dilaporkan sebelum digelar RUPS. Dengan begitu dewan dapat ikut bersama-sama meningkatkan target dari BUMD yang ada. Ini karena ada sejumlah BUMD yang disuntik oleh APBD dengan nilai miliaran rupiah, tapi kenyataannya laba yang diberikan hanya jutaan rupiah. Sehingga kinerja BUMD yang ada tidaklah sehat,” tegas politisi asal Partai Demokrat, Senin (5/3).

Sementara, Ketua Komisi C DPRD Jatim, Anik Maslacha mengakui dari pertemuan dengan bagian Biro Perekonomian siap melakukan koordinasi dengan Komisi C DPRD Jatim. Termasuk terkait soal pendirian BUS yang diharapkan menjadi BUMD tersendiri dan tidak lagi menjadi anak perusahaan dari PT Bank Jatim.

“Untuk itu pada tanggal 12 Maret mendatang, PT Bank Jatim akan bertemu dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta dalam rangka pendirian BUS setelah ditandatangani komitmen agreement. Selanjutnya Bank Jatim menunggu izin prinsip dari OJK,” tegas politisi asal PKB ini.

Jika ijin prinsip sudah ada, maka Komisi C dan Biro perekonomian akan menunggu pembahasan Perda terkait pendirian BUMD sebelum Perda Penyertaan modal kepada pendirian BUS. Selanjutnya akan disiapkan anggaran untuk menambahi dana disetor yang kurang sekitar Rp 500 miliar untuk menjadi buku dua yang syaratnya harus Rp 1 triliun.

“Terkait pendirian BUS, kami Komisi C sangat mendorong terealisasi BUMD tersebut. Tapi dengan syarat setelah ijin prinsip keluar kemudian ditambah dengan Perda BUMD dan penyertaan modal, setelah itu baru kita carikan tambahan angaran. Bisa dari Silpa atau suntikan dari beberapa kab/kota yang mengikutkan sahamnya ke BUS,” lanjutnya.

[Selengkapnya …]