Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek harus berusaha maksimal untuk menuntaskan masalah piutang masyarakat yang bergulir sejak 2001 hingga 2003 lalu. Itu dilakukan agar piutang yang belum terbayar tersebut tidak menjadi temuan kembali oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di tahun-tahun berikutnya.
Hal ini diakui oleh Bupati Trenggalek, Moch. Nur Arifin. Menurut dia, ketika menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK sekitar bulan lalu, pemkab banyak sekali mendapat masukan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Trenggalek. Inti masukan tersebut, agar beberapa temuan dari BPK, termasuk piutang masyarakat kepada pemkab tidak kembali menjadi temuan BPK pada tahun-tahun mendatang. “Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, itu merupakan program channeling yang disebar ke masyatakat. Sehingga ada upaya khusus untuk menuntaskannya,” katanya.
Dia melanjutkan, ada berbagai kemungkinan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Salah satunya adalah usaha yang dilakukan masyarakat, setelah menerima pinjaman untuk pembelian hewan ternak kala itu, tidak bisa berjalan. Sehingga mereka melakukan penunggakan dalam hal pembayaran tersebut. “Jadi hal ini akan kami kaji kembali dengan melakukan rapat bersama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, untuk cara mengatasinya,” ungkapnya.
Sehingga melalui rapat tersebut pemkab menyiapkan berbagai cara guna penyelesaian. Seperti penghapusan piutang atau treatment tertentu dalam menyelesaikannya, seperti hanya pembayaran pokok piutang, dan sebagainya. Hal ini dilakukan mengingat ada masyarakat yang memberikan sertifikat tanah sebagai jaminan. “Itu merupakan program lama yang dilakukan bupati sebelumnya, sehingga kami akan berupaya semaksimal mungkin agar tidak kembali menjadi temuan BPK,” jelas Bupati Ipin.
Seperti diberitakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek semestinya harus bergerak cepat untuk menuntaskan persoalan utang sitem channeling yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pasalnya, proses program pemberian pinjaman tersebut terjadi sudah lebih dari 10 tahun silam, sehingga keberadaan debitur saat ini tidak jelas.
Hal itu terjadi dilakukan, mengingat program tersebut terjadi pada tahun 2001 hingga 2003. Sehingga selain pegawai Dinas Peternakan (Disnak) saat itu banyak yang sudah ganti, juga para debitur sebagian ada yang meninggal. Tak ayal, hal tersebut menimbulkan ketidakjelasan para ahli waris, mengingat mereka mengajukan pinjaman penjaminan berupa sertifikat tanah. “Memang kejadian tersebut telah lama, namun kami masih memiliki data-datanya, sehingga setiap tahun selalu dilakukan penagihan terhadap yang bersangkutan, atau ahli warisnya,” ungkap Kasi Bina Usaha Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertapan) Trenggalek Sulistyani.
Sumber: radartulungagung.jawapos.com