Penggunaan Dana Covid-19 – Tanpa Perincian hingga Stop Insentif Nakes

844

Pemanfaatan anggaran penanganan pandemi Covid-19 di sejumlah daerah di Jatim tengah jadi sorotan. Pemicunya beragam. Selain laporan penggunaannya belum jelas, sejumlah program yang digulirkan ternyata sebatas “formalitas”.

Misalnya, yang terjadi di Jember. Refocusing anggaran penanganan Covid-19 di kabupaten tersebut masih menjadi misteri. Dana Rp 479,4 miliar yang dialokasikan belum jelas perinciannya untuk apa saja.

Sampai-sampai, Panitia Khusus (Pansus) Covid-19 DPRD Jember meminta pemkab membukanya kepada publik. Ketua Pansus David Handoko Seto mengklaim, banyak realisasi refocusing yang belum disertai surat pertanggungjawaban (SPj). Untuk itu, dewan terus meminta data penanganan korona.

“Selain itu, temuan BPK juga harus ditindaklanjuti. Kalau perincian anggaran penanganan korona tidak ada, pansus akan membawa ke ranah hukum,” ancamnya.

Dalam rapat pansus DPRD pekan lalu, Humas Pemkab Gatot Triyono menyampaikan perincian kasar penggunaan dana tersebut. Realisasinya mencapai 46 persen. “Dananya digunakan untuk penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta yang lain,” jelasnya.

Pelaksanaan program penanganan-pencegahan Covid-19 di Jember memang sedang disorot. Salah satu penyebabnya, programnya tak jalan. Contohnya, pemasangan wastafel di ruang-ruang publik. Fasilitas tersebut ternyata tak bisa dimanfaatkan. Banyak bak cuci tangan yang rusak, kurang perawatan, sampai mangkrak. Bahkan sejak kali pertama dipasang wastafel itu dipasang.

Sementara itu, di Situbondo, pimpinan DPRD mendapat laporan bahwa petugas pemulasaran jenazah yang terpapar Covid-19 dikabarkan sudah tidak menerima hak-hak keuangannya. Padahal, insentif itu seharusnya mereka terima setiap kali melaksanakan tugasnya.

Wakil Ketua DPRD Situbondo Jainur Ridho mengaku menerima laporan dari salah seorang petugas. Mereka tidak lagi menerima insentif setelah 30 kali memakamkan pasien Covid-19 yang meninggal.

[Selengkapnya di Jawa Pos]