Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang dari sewa lahan sepanjang 2018 mengalami lonjakan drastis hingga 300 persen dari target. Lonjakan itu karena harga sewa lahan dan tanah ada kenaikan harga.
Perubahan harga menyusul catatan dan evaluasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Wali Kota Sutiaji menyebutkan, BPK meminta daerah untuk mengevaluasi harga sewa lahan dan tanah yang diberikan kepada swasta.
“Kenapa PAD sewa lahan terlampaui sampai 300 persen dari target, karena sebelumnya BPK ada kenaikan harga sewa. Selama ini, harga sewa tanah dianggap terlalu rendah,” katanya.
Setelah evaluasi BPK, harga sewa naik beragam, mulai dari Rp 10 juta hinggal Rp 1 miliar. Kenaikan PAD ini menjadi angin segar. Pemkot Malang berkomitmen mengelola pemasukan demi kepentingan warga.
Ada banyak tanah dan lahan milik Pemkot Malang yang disewakan dan saat ini terus dilakukan inventarisasi. Sutiaji membantah, kenaikan PAD bukan karena penentuan target yang dianggap kecil, melainkan memang ada perubahan harga sewa.
“Seperti Kota Surabaya, harga sewa tanah tinggi, dan Kota Malang sudah melakukan itu juga. Jadi, bukan karena penentuan target sebelumnya yang terlalu kecil,” terang pria berkacamata ini.
Salah satu contohnya, sewa tanah 10 tahun, dulu hanya senilai Rp 10 juta, setelah diappraisal bisa mencapai Rp 1 miliar lebih.
Anggota DPRD Kota Malang Fraksi PAN, Dito Arief menyampaikan, langkah Pemkot Malang menaikkan harga sewa lahan sangat tepat. Selama ini, harga sewa lahan dinilainya masih terlalu rendah.
Dengan nilai yang rendah itu, menurut Dito, sudah selayaknya sewa lahan dan bangunan aset pemkot harus disesuaikan dengan nilai apraisal komersial agar Pemkot tidak dirugikan.
Dito mendorong agar Pemkot Malang melakukan inventarisasi lahan dan aset milik daerah. Setelah itu, memberikan harga sewa sesuai dengan lokasi hingga luasan aset itu sendiri. “Cara itu bisa membuat besaran tarif yang proporsional, dan menguntungkan Pemkot Malang serta penyewa lahan,” tambahnya.