Tak Sesuai Spesifikasi, Wali Kota Madiun Tolak 4.880 Laptop

832

Wali Kota Madiun, Maidi menegaskan, program laptop gratis tahap dua terpaksa terhenti di tengah jalan karena Pemkot Madiun menolak semua laptop lantaran terdapat ketidaksesuaian barang dengan kontrak. Laptop hasil pengadaan tahun anggaran 2021 itu bermerk Axioo Mybook Pro G5 (8H9) dengan memori DDR4. Nyatanya, laptop yang datang hanya dilengkapi memori DDR3. Tak mau mengambil resiko, 4.880 unit laptop yang sudah tiba di Kota Madiun itu akhirnya ditolak.

“Untuk laptop tahap dua sebenarnya semua laptop sudah datang dan sudah kita lakukan pengecekan dengan menggandeng dari Politeknik Negeri Madiun (PNM). Laptop berfungsi dengan baik tetapi ada ketidaksesuaian dengan kontrak. Sehingga sesuai aturan e-purchasing (e-katalog), kami harus menolak,” tegas Wali Kota Madiun Maidi didampingi Sekda Kota Madiun, Soeko Dwi Handiarto dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Madiun, Lismawati kepada awak media di halaman Balai Kota Madiun, Selasa (4/1).

Ia mengaku mengetahui kedatangan 1.000 laptop pada gelombang pertama 15 Desember 2021 lalu. Saat itu Pemkot Madiun belum menerima secara resmi lantaran masih dicek oleh tim pemeriksa dari PNM. Saat dilakukan pengecekan, terdapat kekurangan spesifikasi yang telah disepakati di dalam kontrak. Demikian pula, pada gelombang kedua kedatangan 3.880 unit laptop 19 Desember 2021, juga terdapat masalah yang sama.

Pihaknya memberikan kesempatan ke rekanan PT PINS Indonesia selaku anak perusahaan PT Telkom untuk menganti laptop sesuai dengan pesanan yang diinginkan. Tetapi nyatanya, sampai habis kontrak hingga 31 Desember 2021, PT PINS tidak dapat memenuhinya.

“Sebelumnya, 1.000 laptop masuk itu sudah terdeteksi (tidak sesuai spesifikasi,red). Saya beri waktu sampai tanggal 30 tolong kekurangan spek ini dipenuhi. Kita tunggu sampai waktu kontrak habis, tidak bisa terpenuhi. Tetapi karena tidak bisa memenuhi ya kita putus kontrak,” kata Wali Kota.

Maidi bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait lantas berkonsultasi dengan tim penegak hukum dari Kejaksaan dan Kepolisian. Hasilnya, dirinya dengan tegas menolak dan mengembalikan laptop yang telah dianggarkan dari Dana Insentif Daerah (DID) tahun 2021 sebesar Rp 35,7 miliar. “Tim menolak laptop yang tidak sesuai. Harus sesuai dengan kontrak, tidak bisa kalau menyimpang dari kontrak,” tegasnya.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Madiun Lismawati dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Norr Aflah secara terpisah kepada awak media menyatakan, Pemkot Madiun tidak mau mengambil resiko jika kemudian anak-anak atau pihak-pihak sekolah harus terlibat karena permasalahan pengadaan laptop yang tentu akan menjadi barang bukti.

Karena itu, langkah penolakan dilakukan dengan resiko program laptop tahun anggaran 2021 tersebut juga batal dilaksanakan. ”Yang jelas tidak bisa diteruskan. Kalaupun pihak penyedia bersedia mengganti, waktunya juga sudah tidak memungkinkan,” jelasnya.

Surat penolakan tersebut sudah dikirim kepada PT PINS Indonesia selaku penyedia secara email pada 31 Desember lalu. Sedang, surat secara fisik sudah diterima beberapa waktu lalu. Menurut Noor Aflah, pihak penyedia juga telah merespon dan berharap barang tetap diterima dengan penyesuaian harga. Namun, pihaknya tidak bisa melakukan hal tersebut karena penentuan harga hanya bisa dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguan (BPKP).

“Secara proses untuk anak sekolah laptop ini memang tidak ada masalah. Tetapi karena ini proses pengadaan barang dan jasa pemerintah ya harus sesuai benar. Apalagi dalam kasus ini ada penurunan spesifikasi atau downgrade,” terangnya.

Bahkan, pihaknya juga akan menempuh langkah hukum jika diperlukan. Pemkot Madiun setidaknya dirugikan secara immaterial lantaran ketidaksesuaian ini. Program yang seharusnya sudah berjalan menjadi tertunda. Selain itu, juga mempengaruhi penyerapan anggaran karena barang tersebut tidak terbayar.

“Kerugian secara material memang tidak ada karena barang tidak kita bayar sama sekali dan kita kembalikan semuanya. Tetapi secara immaterial kita tetap dirugikan. Karena kita masih akan mengadakan rapat dengan pihak terkait termasuk dari kejaksaan sebagai pengacara negara untuk menentukan apakah perlu mengambil langkah hukum atau lainnya,” ungkapnya.

[Selengkapnya di Harian Bhirawa]