Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jatim merinci banyak temuan yang signifikan terjadi di Kabupaten Bojonegoro. Salah satunya, pelaksanaan tender cepat atas 7 paket pengadaan peralatan dan mesin oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bojonegoro tidak sesuai ketentuan.
“Pada Tahun Anggaran (TA) 2019, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menganggarkan Belanja Modal Peralatan dan Mesin sebesar Rp 276.843.119.069,60 dan terealisasi sebesar Rp 200.607.141.462,11 atau sebesar 72,46 persen,” demikian bunyi laporan audit BPK Jatim yang diterima Liputan6.com.
Laporan ini merupakan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan daerah pemerintah daerah Kabupaten Bojonegoro tahun 2019 yang diterbitkan di Sidoarjo pada tanggal 29 Juni 2020. Laporan ini ditandatangani oleh penanggung jawab pemeriksaan BPK Perwakilan Jawa Timur, Joko Agus Setyono.
Dari pemeriksaan BPK secara uji petik terhadap 7 paket pengadaan barang pada DLH Kabupaten Bojonegoro yang dilaksanakan melalui tender cepat ternyata bermasalah. Yakni terkait pengadaan ekskavator, pengadaan mobil tangki dan armroll, pengadaan kendaraan compector sampah, pengadaan lift sky walker, pengadaan kontainer sampah, pengadaan becak dan gerobak sampah, serta pengadaan buldozer.
“Sebagian pekerjaan dilaksanakan kurang dari tiga hari, terdapat kesamaan IP address dari para calon penyedia, dan seluruh penawaran peserta mendekati HPS yang mengindikasikan adanya persaingan tidak sehat diantara para peserta,” bunyi laporan BPK.
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara tertulis dengan Pokja Pemilihan, diketahui bahwa penentuan jadwal pemilihan merupakan kesepakatan bersama dengan pemilik pekerjaan.
“Pokja pemilihan tidak dapat mendeteksi adanya kesamaan IP Address masing-masing penyedia karena fitur tersebut tidak dimiliki oleh akun Pokja dalam aplikasi SPSE,” ungkap BPK.
Proses pekerjaan tender cepat tersebut, menurut BPK, menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam penyusunan HPS dan ada keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
Lebih lanjut, BPK merekomendasikan kepada Bupati Bojonegoro agar menginstruksikan Kepala DLH selaku Pengguna Anggaran untuk memproses kelebihan pembayaran atas pemahalan harga sebesar Rp 288.181.818,18 dan mengenakan denda keterlambatan sebesar Rp 144.420.000,00 sesuai dengan ketentuan dan menyetorkannya ke kas daerah.
“Atas permasalahan tersebut telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke kas daerah,” jelas BPK dalam laporannya.
Sumber: liputan6.com