Ada hal mengejutkan di balik dana penanganan korona sebesar Rp 180 miliar yang penggunaannya belum jelas. Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember yang dulunya terlibat dalam pendampingan dana refocusing anggaran senilai Rp 479 miliar, justru menarik diri alias berhenti di tengah jalan. Apakah kejaksaan cuci tangan?
Juru bicara sekaligus Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Jember Agus Budiarto menyampaikan, temuan awal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai dana Rp 180 miliar yang belum bisa dipertanggungjawabkan itu akan dipelajari. “Informasi itu kami akan pelajari. Selanjutnya akan kami tentukan langkah untuk mendapatkan alat bukti yang mendukung informasi yang ada,” katanya.
Kaitan dengan adanya pengawasan atau pendampingan dari Kejari Jember dalam pengelolaan dana yang mencapai Rp 479 miliar itu, Agus membenarkan. Kata dia, pendampingan itu dilakukan pada awal refocusing anggaran. Kejaksaan pun, menurut dia, telah memberi peringatan agar dana besar dipakai dengan baik, termasuk disertai administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Agus juga menegaskan, upaya preventif telah dilakukan di awal. Kejari Jember juga meminta pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggarannya tepat sasaran, serta sesuai ketentuan hukum yang ada. “Kami sudah memberikan warning untuk melaksanakan semua kegiatan secara transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Baik secara administrasi maupun yuridis,” jelasnya.
Menurutnya, unsur dari Kejari Jember yang dilibatkan dalam pengawasan refocusing anggaran adalah seksi perdata dan tata usaha negara (datun). Akan tetapi, kerja sama itu tidak berjalan mulus, sehingga kejaksaan menarik diri alias berhenti di tengah jalan.
“Pendampingan tersebut kami hentikan dengan beberapa pertimbangan teknis yuridis. Sehingga pelaksanaan kegiatan itu pada prinsipnya tidak ada pendampingan dari kejari,” papar Agus.
Kendati demikian, Agus tidak memerinci apa yang sebenarnya membuat pendampingan dana besar itu sampai dihentikan. “Nanti saya tanyakan dulu ke datun,” pungkasnya.
Pendampingan ini dulunya sempat disampaikan Kepala Kejari Jember yang saat itu dijabat Prima Idwan Mariza. Catatan pernyataan Prima disampaikan dalam rilis Pemkab Jember, Mei 2020. Pada waktu itu, Prima menegaskan, Kejari Jember memerlukan keterbukaan agar jaksa lebih memahami dan bisa membantu pemerintah daerah. Dia juga sempat berpesan kepada Bupati Jember saat dijabat Faida agar memperhatikan tiga hal. Di antaranya tidak melakukan mark up anggaran, tidak melakukan kegiatan fiktif, dan tidak melakukan duplikasi kegiatan.
Sekadar informasi, kabar adanya dana Rp 180 miliar yang belum jelas ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Jember Ahmad Halim. “Masih audit awal, nanti BPK akan turun kembali. Kalau dana itu benar-benar tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka perlu dilanjutkan ke aparat penegak hukum,” jelas Halim.
Sumber: radarjember.jawapos.com