Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo akhirnya menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) sapo betina. Ada dua orang dari Kelompok Ternak Bogser di Desa Sukodi, Kecamatan Balongbendo, yang kini menyandang status tersangka.
Mereka adalah Syarifudin selaku bendahara kelompok dan Sunardi sebagai seksi pembelian sapi. “Penetapan tersangka baru itu dilakukan setelah kami melakukan gelar perkara pada Rabu (13/5),” kata Kapidsus Kejari Sidoarjo L. M. Nusrim pada Kamis (14/5).
Berdasar ekspose tersebut, mereka sepakat mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap Syarifudin dan Sunardi. Keduanya dianggap menyalahgunakan wewenang dan memalsukan dokumen pertanggungjawaban.
Dia mencontohkan, pembelian sapi itu seharusnya dilakukan pada 2010, tetapi dalam kuitansi, tertulis pada 2015. Bahkan, banyak bukti pembelian dan penjualan sapi yang tanggal dan tahunnya sama. “Awalnya mereka mengelak. Namun, setelah diperlihatkan buktinya, mereka tidak bisa berkutik,” ujar Nusrim.
Dia menduga laporan pertanggungjawaban tersebut baru dibuat setelah kejari melakukan pemeriksaan. Tujuannya, agar penyimpangan yang telah dilakukan tidak terendus penegak hukum. Namun, pemalsuan yang coba mereka lakukan justru sangat mudah diketahui.
Selain kuitansi, mereka diduga memalsukan pembukuan. Sebelumnya kejari menyita uang sisa penjualan dan pembelian sapi sebesar Rp 75 juta. Setelah dicocokkan dengan buku catatan, jumlahnya tidak sama. Uang sisa yang tercatat hanya Rp 42 juta.
Jumlah sapi yang tersisa di kandang juga jauh dari jumlah yang seharusnya, yakni 54 ekor. Sekarang yang tersisa tinggal 20 ekor. Syarifudin dan Sunardi pun tidak mau mengungkapkan keberadaan sapi yang lain. “Nanti terungkap,” tuturnya.
Dengan bukti-bukti yang ada, Syarifudin dan Sunardi dijerat pasal 2 ayat 1, pasal 3, dan pasal 9 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara. Nusrim mengisyaratkan, masih ada tersangka lain yang akan ditetapkan. “Siapa pun yang terlibat dalam pengelolaan bansos sapi ini akan diperiksa,” tandasnya.
Program bansos sapi betina itu dimulai sejak 2010. Di Sidoarjo ada sepuluh kelompok tani yang menerima kucuran dana bansos. Setiap kelompok mendapatkan Rp 440 juta sampai Rp 500 juta. Penyalurannya dilakukan secara bertahap.
Pada 2010 dana tersebut dikucurkan pemerintah pusat. Selanjutnya, pada 2011 dan 2012, dana itu dikucurkan Pemprov Jatim. Sementara itu, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan (DP3) Sidoarjo hanya menjadi tim teknis.
Program bansos tersebut bertujuan mengembangbiakkan sapi betina yang mulai langka. Jadi, dana yang dikucurkan itu digunakan untuk membeli sapi betina. Dalam aturannya, jika ada sapi yang sakit atau mati, kelompok harus memberikan laporan kepada dinas terkait.
Pada 13 Maret 2015, kejaksaan menetapkan seorang tersangka, yaitu Abdul Kodim, ketua Kelompok Ternak Bangkit Bersama di Desa Sarirogo, Kecamatan Sidoarjo. Dengan demikian, hingga kini sudah ada tiga orang yang ditetapkan menjadi tersangka.