Masih ingat kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial pilkada tunggal di KPU Kabupaten Blitar tahun 2015. Kejaksaan Negeri Blitar menyatakan pengusutan dugaan mark up anggaran Rp 35 miliar masih berlanjut.
Kasi Intel Kejari Safii menegaskan tidak ada proses hukum yang berhenti. Bahkan penanganan kasus telah masuk ke meja Kepala Seksi Pidana Khusus. Ini sekaligus sinyal proses penyelidikan telah mengarah ke penyidikan.
“Kasus tetap berjalan. Tidak ada yang berhenti. Berkas telah masuk ke Kasipidsus,” ujar Safii.
Pintu masuk pengusutan adalah tidak ada laporan pertanggungjawaban (spj) keuangan dalam belanja anggaran bansos Rp 35 miliar. Dalam penyelidikan diketahui KPU juga tidak melibatkan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Pemeriksa, serta Penerima Barang.
Sesuai ketentuan yang berlaku pelibatan ketiga unsur itu merupakan prosedur baku belanja anggaran. Dari alokasi Rp 35 miliar dana yang terserap mencapai Rp 23,5 miliar. Diduga telah terjadi mark up dalam pengadaan barang dan jasa, termasuk belanja alat peraga kampanye serta publikasi media massa pasangan tunggal Rijanto- Marheinis Urip Widodo. Kemudian diduga juga terjadi pemotongan honor untuk penyelenggara di tingkat kecamatan dan desa.
Koordinator LSM Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) Moh Triyanto menilai, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) bukan satu-satunya menjadi acuan aparat penegak hukum. Kejaksaan maupun kepolisian masih bisa menggunakan hasil analisa dari kelompok akademisi kampus.