Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung telah menerima sekitar Rp 1,7 miliar titipan pengembalian kerugian negara.
Titipan uang ini terkait dugaan korupsi peningkatan empat ruas jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung tahun 2018.
Meski telah menerima titipan pengembalian kerugian negara, kasus korupsi ini akan terus belanjut.
Sebab pengembalian kerugian tidak menghapus tindak pidananya.
“Seperti yang kami sampaikan sebelumnya, kami segera menetapkan tersangka,” terang Kasi Intelijen Kejari Tulungagung, Agung Tri Radityo, Kamis (6/1/2022).
Lanjutnya, pengembalian kerugian negara hanya akan menjadi pertimbangan yang meringankan.
Hal ini akan berpengaruh pada saat penuntutan perkara nantinya.
Kejari Tulungagung masih mendorong seluruh total kerugian dikembalikan ke kas negara.
“Hasil perhitungan BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) total potensi kerugian negara sebesar Rp 2,44 miliar,” sambung Agung.
Hasil perhitungan BPKP ini lebih besar dibanding temuan BPK RI tahun 2019.
Saat itu BPK RI menilai ada kelebihan bayar sebesar Rp 2,2 miliar.
Tanggung jawab pengembalian ini ada pada pemenang lelang.
“Sebelumnya ada tiga CV yang mengembalikan kerugian. Mereka adalah perusahaan yang menerima pekerjaan dari pemenang lelang,” ungkap Agung Tri Radityo.
Sebelumnya, Kejari Tulungagung menerima titipan pengambalian kerugian negara untuk ruas Jalan Jeli-Picisan sekitar Rp 900 juta.
Lalu pengembalian proyek ruas jalan Sendang-Penampihan sebesar Rp 666 juta.
Terakhir PT Kya Graha selaku pemenang lelang mengembalikan Rp 196 juta untuk ruas jalan Tenggong-Purwodadi.
Seluruh uang titipan disimpan di rekening penitipan di Bank Mandiri Diponegoro Tulungagung.
Sementara ruas jalan Boyolangu-Campurdarat belum ada pengembalian.
Proyek ruas jalan terakhir ini menyebabkan kerugian negara senilai Rp 327 juta.
“Jadi masih ada kekurangan sekitar Rp 700 juta yang belum dikembalikan. Ini yang akan kami minta,” tegas Agung Tri Radityo.
Sebelumnya, empat proyek ini dimenangkan PT Kya Graha.
Namun dalam pelaksanaannya, pihak pemenang lelang menunjuk empat CV berbeda untuk mengerjakannya.
Agung mengatakan, tanggung jawab sepenuhnya ada pada pemenang lelang.
Sebab CV-CV yang menyerjakan proyek itu secara formal tidak ditemukan di dalam dokumen.
“Secara hukum sulit menjerat meraka. Karena secara formal tidak ada dokumen yang menunjukkan tanggung jawab mereka,” ucap Agung.
Kasus ini bermula dari temuan BPK RI tahun 2019, karena ada kelebihan bayar dari empat proyek ini.
Kelebihan bayar terjadi karena pekerjaan di bawah spefisikasi, namun negara tetap membayar penuh.
Kontraktor juga tidak memanfaatkan masa sanggah dan tidak mau mengembalikan seperti klaim BPK RI.
Unsur pidana korupsi pun terpenuhi, karena ada kerugian keuangan negara dalam perkara ini.
Sumber: jatim.tribunnews.com