Penyidik Kejari Tanjung Perak memeriksa Wakil Ketua DPRD Surabaya Aden Darmawan kemarin (1/8). Dia dimintai keterangan terkait dengan dugaan korupsi dana hibah Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) 2016 Pemkot Surabaya sebagai saksi. Di waktu yang bersamaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menggeledah gedung DPRD Surabaya.
”Hari ini penyidik meminta keterangan Darmawan terkait Jasmas 2016, perkara yang kami tangani,” kata Kepala Seksi Intel Kejari Tanjung Perak Lingga Nuarie kemarin. Darmawan diperiksa selama lima jam, mulai pukul 09.00 sampai 14.00. Ada 20 pertanyaan yang diajukan penyidik. Pertanyaan itu terkait keterlibatannya dalam penyaluran dana jasmas kepada masyarakat penerima.
Dari pemeriksaan itu, Darmawan mengaku mengetahui mekanisme jasmas. Mulai pengajuan sampai pencairan dana. Namun, Lingga belum mengambil kesimpulan lebih jauh. Penyidik akan menilai terlebih dahulu dan mencocokkan keterangannya dengan saksi-saksi lain dan bukti.
Pemeriksaan terhadap Darmawan itu menyusul pemeriksaan terhadap dua anggota dewan lain. Sebelumnya, penyidik kejari memeriksa Sugito dan Binti Rochmah terkait kasus yang sama. Lingga menambahkan, pemeriksaan terhadap para anggota DPRD Surabaya tersebut akan dilakukan secara berlanjut.
Sementara itu, Darmawan mengatakan bahwa setiap tahun para anggota dewan memang memiliki program jasmas. Di dalam jasmas, setiap anggota dewan berkewajiban menerima usulanusulan aspirasi dari masyarakat. ”Kalau anggota dewan itu hanya mengajukan usulan-usulan dari masyarakat,” ujarnya.
Pengajuan proposal itu bisa melalui anggota dewan. Bisa juga mengajukan sendiri ke pemkot. Proses verifikasi proposal sepenuhnya merupakan kewenangan pemkot.
Darmawan mengatakan, pada 2016 dirinya membawa puluhan proposal jasmas. Namun, dia tidak ingat jumlahnya. Dia juga mendapat jatah Rp 3 miliar sampai Rp 4 miliar dana hibah masyarakat. ”Tapi, itu tidak hanya jasmas. Ada untuk pembangunan masjid, jalan, dan lainnya. Kalau untuk jasmas sendiri, saya tidak ingat berapa jumlahnya,” tuturnya.
Dana hibah jasmas yang besarnya mencapai Rp 12 miliar itu disalurkan kepada sekitar 200 ketua RT/RW. Dana itu dipakai untuk pengadaan sejumlah peralatan pesta. Misalnya, pengadaan terop dan sound system. Dari pengadaan tersebut, diduga ada penyelewengan. Itu berdasar temuan dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan oleh Kejari Perak mulai Februari lalu.
Kemarin BPK juga mendatangi gedung DPRD Surabaya. Mereka mencari dokumen yang diinginkan. Penelitian berkas itu dilakukan dari pagi hingga sore. BPK datang saat seluruh anggota dewan melakukan kunjungan kerja. ”Iya benar. Yang diperiksa seluruh fraksi,” jelas Wakil Ketua Badan Kehormatan DPRD Surabaya Baktiono saat dihubungi.