Kejati Jatim menetapkan mantan Sekda Jember Sugiarto dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Jember Ita Puri Handayani sebagai tersangka. Keduanya dianggap terlibat korupsi dana hibah bansos Pemkab Jember tahun anggaran 2015.
Aspidsus Kejati Jatim Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan, penetapan tersangka terhadap dua pejabat itu menyusul Ketua DPRD (nonaktif) Jember Thoif Zamroni yang disidang di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo. Menurut Didik, ada persekongkolan antara pejabat eksekutif dan legislatif kala itu untuk mengorupsi dana bansos Rp 38 miliar. ’’Merupakan pengembangan terhadap Thoif terkait korupsi dana hibah bansos 2015,’’ ujarnya kemarin (2/8).
Kemarin, setelah diperiksa empat jam, kedua tersangka ditahan di Cabang Rutan Negara Kelas I-A Surabaya di Kejati Jatim. Keduanya akan ditahan selama 20 hari. Selanjutnya, mereka dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk disidang.
Para tersangka mencairkan dana bansos dengan tidak sesuai prosedur. Semestinya proposal bansos yang diusulkan diverifikasi lebih dulu oleh pemkab. Apabila proposal sudah lolos verifikasi, dana bisa dianggarkan tahun selanjutnya.
Namun, anggota dewan yang diketuai Thoif meminta agar dana dari proposal bansos yang mereka ajukan dapat dicairkan. Apabila permintaan itu tak dipenuhi, para anggota dewan tersebut mengancam tidak akan mengesahkan pembahasan APBD Jember 2015.
’’Dari DPRD, Thoif cs menekan Sekda supaya dimasukkan saat pembahasan. Kalau eksekutif nggak mau, mereka (legislatif) nggak mau bahas anggaran,’’ terang Didik.
Sugiarto selaku Sekda yang juga tim anggaran bersama Ita, yang saat itu menjabat Kabag Keuangan dan Aset Daerah Jember, akhirnya setuju. Proposal bansos dari para anggota dewan dimasukkan ke anggaran. Kelompok-kelompok masyarakat calon penerima bansos yang baru terbentuk dimanipulasi hingga seolah-olah sudah dibentuk tahun lalu. ’’Sekda sebagai tim anggaran menyetujui. Dia kemudian mengaturnya dengan Ita,’’ tutur Didik.
Akibatnya, pencairan dana bansos tak bisa dipertanggungjawabkan. Banyak kelompok yang tidak mendapat barang sesuai anggaran. ’’Ada kelompok yang nggak dibelikan. Itu uang nggak sampai, nggak tepat sasaran,’’ kata Didik.