Dinas Kominfo Kota Pasuruan memastikan, pihaknya sudah mengembalikan sisa lebih pembayaran belanja modal pengadaan aplikasi tahun 2019. Pengembalian dilakukan pada tanggal 26 Juni 2020 sebesar Rp 247 juta.
Penegasan ini disampaikan Kepala Diskominfo Kota Pasuruan, Kokoh Arie Hidayat. Menurut Kokoh, pada Mei hingga Juni 2020, BPK memeriksa pelaksanaan kegiatan 2019 di Pemkot Pasuruan. Termasuk di Dinas Kominfo.
Saat itu berdasar hasil pemeriksaan, ditemukan ada kelebihan bayar belanja modal aplikasi tahun 2019. BPK sesuai dengan laporannya meminta pada Wali Kota agar menginstruksikan Plt Kadis Kominfo periode 2019, termasuk PPkom, kabid, kasi, dan pejabat pengadaan, untuk memproses penyelesaian kelebihan bayar atas belanja modal tahun 2019.
Instruksi itu pun sudah dilaksanakan oleh Dinas Kominfo. Pada tanggal 26 Juni 2020, pengembalian kelebihan bayar telah diselesaikan seluruhnya. Artinya, kelebihan bayar sebesar Rp 247 juta sudah dikembalikan ke kas daerah.
“Untuk kelebihan bayar atas belanja modal aplikasi tahun 2019 yang saat ini dalam proses penyidikan oleh Kejari, seluruhnya telah disetorkan ke kas daerah. Yaitu sebesar Rp 247 juta disetorkan tanggal 26 Juni 2020,” sebut Kokoh.
Pernyataan Kokoh dibenarkan oleh Kasi Intel Kejari Kota Pasuruan Wahyu Susanto. Menurutnya, Dinas Kominfo memang sudah mengembalikan kelebihan bayar belanja modal aplikasi tahun 2019 itu. Namun, pihaknya belum bisa menyampaikan detailnya.
Saat ini menurut Wahyu, pihaknya masih terus mengumpulkan alat bukti dalam penyidikan dugaan penyimpangan proyek pengadaan aplikasi tahun 2019 di Dinas Kominfo Kota Pasuruan itu. Dalam waktu dekat, Kejari juga akan meminta keterangan dari para OPD yang mendapatkan aplikasi pada tahun 2019.
Kejari sendiri sudah menggeledah kantor Diskominfo Kota Pasuruan, Selasa (2/12). Dalam penggeledahan itu menurut Wahyu, pihaknya meminta dokumen pada tahun 2019. Baik itu dokumen asli, maupun foto kopi dokumen yang dilegalisasi.
Tujuannya untuk mencari bukti-bukti bukti baru terkait temuan dalam laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (LHP-BPK) 2019. Dan saat ini, pihaknya sedang mendalami semua dokumen dari hasil penggeledahan tersebut.
Dalam penggeledahan tersebut, Kejari sebenarnya hendak mendatangi tiga tempat. Selain kantor Diskominfo, penyidik Kejari juga hendak mendatangi kantor Inspektorat dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA). Tujuannya untuk meminta dokumen administrasi. Sebab, saat ini sudah mulai ada proses pengembalian sisa kelebihan pembayaran pada pengadaan aplikasi tersebut.
“Namun dua OPD (Inspektorat dan BPKA, red) ini ternyata kooperatif. Mereka datang ke kantor Kejari paginya dan menyerahkan dokumen yang diminta. Yang jelas saat ini sudah ada pengembalian sisa lebih pembayaran pada belanja modal senilai Rp 247 juta,” ungkapnya.
Wahyu mengaku, pihaknya belum bisa memastikan apa memang ada penyimpangan dalam pengadaan aplikasi pada tahun 2019. Sebab, saat ini penyidik masih mendalami bukti-bukti yang didapatkan. Termasuk dokumen yang diperoleh saat penggeledahan di kantor Diskominfo.
Jika memang ditemukan cukup bukti, maka proses penyidikan terhadap dugaan penyimpangan tersebut akan ditingkatkan ke tahap selanjutnya. Termasuk adanya penetapan tersangka dalam kasus ini.
“Kami belum bisa bicara banyak. Penyidik masih terus mendalami dugaan ini. Sementara memang belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Saat ini keterangan maupun dokumen yang kami peroleh selama proses penyidikan masih didalami lebih lanjut,”sebut Wahyu.
Untuk diketahui, Kantor Diskominfo Kota Pasuruan digeledah oleh Kejari Kota Pasuruan, Selasa (1/12). Penggeledahan ini berkaitan dengan temuan dari BPK pada proyek pengadaan aplikasi di lima OPD tahun 2019 senilai Rp 375 juta. Sebab, ada dugaan penyimpangan dalam pengadaan aplikasi oleh Diskominfo tersebut.
Dari hasil hasil audit BPK, ada lima aplikasi yang masuk dalam satu rekening anggaran. Namun, kegiatannya dipecah-pecah menjadi lima pengerjaan. Seharusnya, kegiataan ini tidak dipecah pecah.
Karena dipecah menjadi bagian kecil, maka pejabat pembuat komitmen (PPk) pada saat itu melakukan pengadaan langsung. Namun ternyata rekanan yang ditunjuk itu tidak mengerjakan sesuai surat perintah kerja (SPK). Pengerjaan dilakukan oleh pegawai harian lepas (PHL). Usai pengerjaan rampung, uang tersebut ditransfer pada rekanan.
Namun ternyata, uang tersebut dikembalikan ke Diskominfo setelah dipotong fee. Dari temuan ini, BPK menemukan ada sisa lebih pembayaran pada belanja modal untuk pengadaan aplikasi senilai Rp 247 juta. Dan dalam hal ini pihaknya menyangkakan pada pasal 12 UU pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sumber: radarbromo.jawapos.com