Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto akhirnya menahan Kepala Desa Balongwono, Kecamatan Trowulan, Muhammad Muchlis dan Kepala Urusan Umum Machmud, kemarin.
Penahanan dilakukan setelah penyidik kejari merasa cukup bukti atas dugaan kasus korupsi tanah kas desa (TKD) yang membelit kedua tersangka. Sebelum dilakukan penahanan, kedua tersangka diperiksa secara maraton di Kantor Kejari Mojokerto, Jalan RA Basuni, selama kurang lebih 2,5 jam.
Usai menjalani pemeriksaan, kedua tersangka digiring ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Kota Mojokerto. Dengan mengenakan rompi oranye, keduanya digiring ke lapas menggunakan mobil petugas sekitar pukul 12.00 WIB. Mereka bungkam saat sejumlah wartawan menanyakan kasus ini.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Mojokerto Fathur Rahman mengatakan, kedua tersangka terlibat kasus dugaan korupsi tanah kas desa. Modusnya, mereka menyewakan TKD kepada pihak ketiga untuk penambangan. Sementara dari hasil sewa tersebut, tak dimasukkan ke APBD Desa. “TKD ini disewakan selama tiga tahun pada 2014-2017. Uang hasil sewa tak diberikan ke desa, tapi dinikmati sendiri,” kata Fathur.
Menurut dia, dalam kasus ini terdapat kerugian negara Rp 363 juta. Angka itu muncul dari hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang muncul beberapa waktu lalu. Audit ini juga menyebut, TKD milik Desa Balongwono telah berubah struktur seluas 12 hektare.
Itu artinya, luasan itulah yang disewakan pihak desa kepada pihak ketiga. “Tanah disewakan untuk lahan penambangan galian C. Ya, kemungkinan tanah seluas 12 hektare itu yang disewakan. Ini masih terus kita gali keterangan dari kedua tersangka,” tambahnya.
Fathur menyebut, sesuai aturan, seharusnya hasil sewa tanah itu menjadi pemasukan bagi desa dan dikategorikan sebagai pendapatan desa dalam APBDes. Dari pengakuan tersangka Muhammad Muchlis, uang tersebut tak hanya dinikmati sendiri.
Dia membagikan kepada sejumlah perangkat desa lain dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). “Ini masih pengakuan tersangka. Katanya dibagi untuk 27 orang. Akan kami kembangkan lagi dengan memanggil sejumlah pejabat desa lainnya yang disebut menerima uang juga,” ungkapnya.
Kedua tersangka dijerat Pasal 2 subsider Pasal 3 UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara selama 20 tahun. Fathur berharap, kasus ini bisa menjadi cermin perangkat desa yang lain agar tak menyalahgunakan keuangan desa dari hasil sewa TKD.
“Setelah ini saksi-saksi lainnya akan kami mintai keterangan. Kalau memang ada bukti perangkat lainnya juga menikmati uang sewa itu, kami juga akan proses,” pungkasnya.