Proyek pembangunan Gedung DPRD Kota Madiun senilai Rp 29,3 miliar yang terhenti tercatat menimbulkan kerugian negara hingga ratusan juta rupiah. Hal ini diketahui dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kepala Badan Pengelolaan, Keuangan, dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Madiun Agoes Purwo Widagdo mengungkapkan, sesuai laporan hasil penghitungan BPK Perwakilan Jatim, kerugian negara akibat pembangunan proyek tersebut mencapai Rp 338 juta. Jumlah itu terhitung dari kelebihan bayar yang dilakukan Pemkot Madiun. “Dugaan kerugian negara dalam proyek gedung DPRD Kota Madiun sesuai informasi yang saya peroleh mencapai Rp 338 juta,” ujar Agus.
Menurut dia, kerugian negara itu disebabkan pekerjaan proyek miliaran rupiah tersebut melanggar dokumen kontrak. Terdapat beberapa rekomendasi yang diberikan BPK terhadap proyek itu. Di antaranya meminta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Agus Sugijanto mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp 2,7 miliar.
Selain itu, BPK juga merekomendasikan agar pemkot memproses kelebihan pembayaran itu sesuai mekanisme. Salah satunya membentuk tim tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi (TPTGR) yang diketuai sekda untuk penagihan. “Tujuannya agar uang segera kembali ke kas daerah. Kami juga diminta segera berkoordinasi dengan Bank Jatim untuk mentransfer jaminan pelaksanaan pekerjaan,” ucap Agoes.
Hal lain yang direkomendasikan BPK adalah PT Aneka Jasa Pembangunan (AJP) selaku rekanan layak mendapat sanksi sesuai dengan dipersyaratkan dalam surat perjanjian bernomor 050/PA/778/401.040/2015 yang ditandatangani pada 11 Mei 2015.
“Semua rekomendasi BPK akan kami tindaklanjuti bersama tim tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi,” ujarnya.
Seperti diketahui, Pemkot Madiun memutus kontrak pembangunan gedung DPRD yang dibiayai APBD Kota Madiun tahun 2015 sebesar Rp 29,3 miliar karena dalam perpanjangan waktu 50 hari dengan denda seperseribu dari nilai kontrak tidak bisa dipenuhi PT AJP.
Selain itu, PT AJP juga masuk daftar hitam Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa (LKPP) per 5 Maret 2016. Sementara tidak terima diputus kontrak dan masuk dalam daftar hitam, PT AJP lalu menggugat perdata Pemkot Madiun di Pengadilan Negeri Kota Madiun.
Permasalahan lain, progres pekerjaan yang diklaim MK sebesar 98,073% diduga ternyata tidak mencapai 90%. Untuk memastikan progres sebenarnya, Pemkot Madiun mendatangkan tim independen dari ITS Surabaya dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna memastikan capaian pembangunan sebenarnya. Dari situ, Kejati Jatim pun ikut menyelidiki kasus tersebut dan melakukan penyelidikan karena diduga ada penyelewengan.
Pada akhir Mei lalu, Kejati Jatim telah menahan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Sekretaris DPRD Kota Madiun Agus Sugijanto dan dua konsultan pengawas proyek masing-masing Iwan Suasana serta Soemanto.