Gonjang-ganjing kembali terjadi di internal DPRD Surabaya. Pemicunya adalah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang sejumlah kejanggalan kunjungan kerja (kunker) dewan selama 2014. Berdasar hasil pemeriksaan itu, terungkap bahwa beberapa anggota dewan kena “semprit” gara-gara kunkernya menyalahi aturan. Selain dugaan pemakaian anggaran fiktif, ada penggunaan anggaran kunker yang tidak sesuai.
Persoalan tersebut tengah menjadi rasan-rasan yang cukup santer di internal dewan. Berdasar informasi yang dihimpun Jawa Pos, kabar itu mencuat pasca munculnya hasil pemeriksaan awal BPK terhadap penggunaan APBD 2014 di lingkungan DPRD Surabaya. Lewat pemeriksaan tersebut, BPK menemukan indikasi awal adanya kejanggalan pemakaian dana kunker.
Ada dua jenis temuan. Pertama, terdapat dua kuitansi pembayaran untuk satu kamar hotel pada hari yang sama. Padahal, seharusnya hanya perlu satu kuitansi untuk satu kamar. Dugaan lain adalah temuan kegiatan fiktif. Ada tiket keberangkatan kunker anggota dewan yang tidak tercantum dalam manifes keberangkatan. Tercatat, ada enam anggota dewan yang disemprit BPK. “Rata-rata, mereka diminta mengembalikan kelebihan pemakaian anggaran kunker,” ujar sumber di internal dewan kemarin (27/4).
Ketua DPRD Surabaya Armuji saat dikonfirmasi tidak membantah. Hanya, dia menyatakan bahwa temuan itu masih hasil awal pemeriksaan BPK. “Jadi, belum sepenuhnya seperti itu,” katanya. Dia mencontohkan soal dua kuitansi sewa kamar hotel. “Setelah saya cek, sebenarnya itu hanya satu. Tapi, tak tahu kenapa kok tiba-tiba ada dua kuitansi,” terangnya.
Selain itu, berdasar hasil klarifikasi awal pimpinan dewan, ada indikasi temuan BPK tersebut karena sejumlah anggota dewan menggunakan jasa biro perjalanan. “Makanya, ini masih dicek,” jelas dia.
Kabar terkait dengan dugaan penggunaan jatah kunker oleh BPK sejatinya bukan yang pertama. Pada awal April lalu, hotel langganan para wakil rakyat juga diaudit khusus oleh BPK. Mayoritas berada di Jakarta dan Bali. Hotel di dua kota tersebut memang paling sering dipakai anggota dewan. Sebab, dari sekian banyak kunker yang dilaksanakan, Jakarta dan Bali adalah tempat favorit dewan untuk kunker.
Sebenarnya persoalan dugaan pelanggaran kunker di DPRD maupun Pemkot sudah kerap menjadi temuan BPK. Bahkan, dalam audit terakhir, BPK menemukan sejumlah kejanggalan di balik realisasi kunker. BPK merekomendasikan setwan untuk mengembalikan kelebihan biaya perjalanan dinas yang mencapai Rp 178,11 juta.