Kasus pemotongan dana bantuan pemerintah untuk keluarga tidak mampu atau keluarga penerima manfaat (KPM) dari program keluarga harapan (PKH) kemungkinan berbuntut panjang.
Setelah diadukan ke DPRD Sidoarjo, perkara ini sedang didalami oleh tim dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo. Aparat berusaha mengusut kasus yang sedang menghebohkan Sidoarjo itu.
“Kami mendapat kabar dugaan penyelewengan itu. Kami akan melakukan pendalaman untuk mengungkapnya,” kata Kasi Intelijen Kejari Sidoarjo Idam Khalid, Jumat (18/9).
Langkah yang dilakukan adalah dengan menelaah dan mengumpulkan data yang bisa dipertanggungjawabkan sehingga bisa mengambil langkah lanjutan dengan tepat.
Potensi perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi pasti ada. Apalagi, jika dilakukan dalam kondisi khusus, seperti sekarang ini ketika masa pandemi Covid-19.
Jika terbukti bersalah, ancaman hukuman berat. Sebagaimana pasal 2 ayat (2) UU No 31 tahun 1999 Jo UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Saat hearing di DPRD Sidoarjo, agen penyalur diketahui memotong bantuan Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Ironisnya, pemotongan itu sudah berlangsung lama, sejak sekitar tahun 2019.
Pemotongan diduga dilakukan oleh oknum petugas agen penyaluran bantuan dari Bank BNI di Kecamatan Tanggulangin. Bantuan yang dipotong berbagai macam jenis, termasuk Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan bantuan program PKH.
Koordinator Pendamping PKH, Tosan Iksan menceritakan, terungkapnya perkara ini berawal dari laporan sejumlah warga di Tanggulangin. Setelah penelusuran, memang benar. Ada bukti fisik pemotongan itu dari print out rekening KPM.
Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori menyebutkan, jelas pemotongan itu mengarah pidana. Dari pemerintah pusat sudah jelas dan tegas menyatakan agar jangan ada permainan dalam penyaluran bantuan.