Laporan penggunaan APBD Sumenep 2016 diduga banyak kejanggalan. Berdasar Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Timur, ditemukan kejanggalan realisasi APBD dengan nilai total Rp 6.884.171.409.
Berdasar data yang diperoleh media, realisasi anggaran diduga janggal karena tidak disertai pertanggungjawaban berupa bukti yang sah dan valid. Kejanggalan pelaksanaan anggaran tersebar di 57 organisasi perangkat daerah (OPD) di Sumenep.
Bukti pertanggungjawaban yang tidak valid atau tidak sah itu dikeluarkan 89 toko. Total ada 7.405 bukti. Itu berdasar konfirmasi dari pihak ketiga seperti pemilik toko dan penyedia jasa. Penyedia jasa di sini, antara lain, pemilik hotel, bengkel, persewaan kendaraan, rumah makan atau katering, toko alat tulis kantor, dan tempat fotokopi.
Kuitansi bukti pembelian yang dikeluarkan toko atau penyedia jasa diduga tidak asli. Oknum di instansi OPD dicurigai menyediakan stempel beserta kuitansi. Sebab, ketika pemilik toko dikonfirmasi BPK, banyak yang tidak mengakui kuitansi yang dimaksud.
Bahkan, ada yang mengaku dipaksa oknum dinas untuk memberikan pernyataan agar mengakui bahwa barang dibeli di toko. Hal itu diakui pemilik toko ketika diperiksa langsung oleh petugas BPK.
Kejanggalan lain, berdasar nota bukti pembelian yang tercantum di SPj, alamat toko tidak jelas. Hal itu terungkap ketika BPK turun dan kroscek langsung ke RT dan kepala desa sesuai dengan alamat yang tercantum dalam nota di SPj.
Ada 10 di antara 57 OPD yang paling janggal belanja barang dan jasanya. Antara lain, dinas pendidikan Rp 1.067.679.360, dinas kesehatan Rp 931.085.850, dan Sekretariat DPRD Sumenep Rp 680.917.349.
Lalu badan perencanaan pembangunan daerah (bappeda) Rp 438.922.209, dinas perindustrian dan perdagangan Rp 392.948.250, dinas perhubungan Rp 324.657.667, serta badan kesatuan bangsa politik dan linmas Rp 285.199.500. Kemudian badan kepegawaian pendidikan dan pelatihan Rp 219.549.842, dinas sosial Rp 214.352.850, serta badan lingkungan hidup (BLH) Rp 156.158.600.
Aktivis Sumenep Corruption Watch (SCW) Junaidi P. menyatakan, berdasar hasil audit BPK itu, OPD harus bertanggung jawab karena diduga kuat ada niat korupsi. ”Ada pola hampir sama di beberapa instansi, yakni diduga memanipulasi bukti seperti nota dan kuitansi. Bila mereka tidak mengembalikan dalam jangka waktu yang ditentukan BPK, penegak hukum harus bertindak,” tegasnya.
Plt Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Sumenep R. Idris belum bisa dikonfirmasi kemarin. Saat dihubungi melalui telepon, meski terdengar nada sambung aktif, dia tidak direspons. Dihubungi lewat SMS juga tidak dibalas.