Sempat Menang Praperadilan, Anggota DPRD Probolinggo Tersangka Lagi

1941

Ahsan, anggota DPRD Kabupaten Probolinggo kembali menjadi tersangka dugaan korupsi bantuan pengadaan mesin penggilingan padi dan jagung dari Kementerian Pertanian (Kementan). Kejari Kabupaten Probolinggo menetapkan anggota Fraksi PKB itu sebagai tersangka, Senin (31/1).

Penetapan tersangka warga Bayeman, Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo, itu merupakan yang kedua kali. Pada kali kedua, dia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. BPK RI menyebut, Ahsan diduga merugikan negara sebesar Rp 110.500.000.

“Terhitung hari ini (Senin, Red) kembali kami menetapkan Ahsan sebagai tersangka setelah mendapatkan hasil pemeriksaan dari BPK RI. Akan segera kami selesaikan proses penuntutannya di Pengadilan Tipikor Surabaya,” terang Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Probolinggo David Palapa Dua.

Dugaan korupsi itu sendiri diduga terjadi pada 2014. Saat itu, Kementan RI memberikan bantuan pengadaan mesin penggilingan padi dan jagung pada program Lembaga yang Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat (LM3).

Tersangka pun mengajukan proposal bantuan. Dalam proposalnya, tersangka menggunakan nama Yayasan Pondok Pesantren Darussalam Assakdiyah, Desa Dungun, Kecamatan Tongas. Di mana saat itu tersangka masih menjadi kepala sekolah di yayasan tersebut.

Sebelum proposal disetujui, survei pun dilakukan. Saat disurvei, tersangka menunjuk sebuah pabrik giling milik orang lain sebagai bukti fisik bahwa yayasan memang punya pabrik penggilingan padi dan jagung.

Proposal pengajuan itu akhirnya disetujui dan dana Rp 110.500.000 pun cair. Oleh tersangka, dana bantuan itu lantas diserahkan pada yayasan sebesar Rp 33 juta yang diberikan pada bendahara yayasan.

Kasus itu kemudian bergulir hingga pada Januari 2020, Ahsan ditetapkan sebagai tersangka. Ahsan melalui kuasa hukumnya lantas mengajukan sidang prapreradilan. Pada April 2020, hakim tunggal di Pengadilan Negeri (PN) Kraksaan mengabulkan permohonan praperadilan itu.

Hakim mengabulkan permohonan praperadilan itu untuk sebagian; menyatakan tidak sah penetapan tersangka oleh termohon terhadap diri pemohon; menyatakan menurut hukum Surat Perintah Penyidikan adalah tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Lalu, menyatakan bahwa perbuatan termohon yang menetapkan pemohon selaku tersangka adalah cacat yuridis atau bertentangan dengan hukum; dan juga membebankan biaya perkara kepada termohon sebesar nihil.

“Saat itu hakim tunggal di PN Kraksaan yang mengadili perkara ini memutuskan untuk mencabut status tersangka. Sebab, penetapan tersangka tidak dilengkapi dengan hasil perhitungan kerugian negara oleh BPK RI. Namun, saat ini sudah ada hasil pemeriksaan. Selanjutnya langsung kami amankan,” kata David.

Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Probolinggo Cok Gede Putra Gautama menambahkan, Ahsan diduga melanggar pasal 2 subsider pasal 3 UU RI Nomor 31/1999 jo UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Sampai dengan saat ini belum ada pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh tersangka. Saat ini kami juga sedang mendalami uang hasil korupsi digunakan untuk apa saja,” bebernya.

Sumber: radarbromo.jawapos.com