BPK Ingatkan Anggaran Pendidikan Harus 20 Persen

990

Penurunan alokasi anggaran pendidikan Jatim pada 2016 mendatang ternyata menarik perhatian Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Ini lantaran sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, anggaran pendidikan tidak boleh di bawah 20 persen dari total anggaran.

“Kita akan cek kepatuhan, baik pemerintah provinsi atau kota/kabupaten. Sudah sesuai UU atau tidak. Karena aturan 20 persen itu UU, maka pemprov, pemkot/pemkab harus patuh, titik,” tegas Ketua BPK RI Harry Azhar Azis.

Ditegaskannya, tidak ada alasan bagi pemprov atau pemda untuk tidak memenuhi aturan ini. Selain karena UU harus dipatuhi dari pemerintah pusat, provinsi, kota/daerah, pengalokasian anggaran untuk pendidikan ini adalah kebijakan yang akan memperkuat perekonomian daerah. Semakin tinggi pendidikan anak, maka secara otomatis sumber daya manusia (SDM) di daerah kian berkualitas.

“Jika tidak sampai 20 persen, sanksinya adalah administrasi. Kita akan kenakan sanksi ini kepada DPRD sebagai pembuat, pengawas anggaran. Serta gubernur, walikota, bupati,” tegas Harry. Karena itu, pihaknya meminta DPRD Jatim harus kritis. Begitu pula dengan Pemprov dan Pemda yang harus memperjuangkan anggaran 20 persen di sektor pendidikan.

Menurut Harry, selain ada sanksi administrasi, BPK juga bisa memberikan rekomendasi pemeriksaan anggaran, baik kepada kementerian terkait maupun KPK. Ini jika memang terjadi indikasi pelanggaran UU. “Kalau tidak menyelesaikan pada waktu menjabat, nanti ketika tidak menjabat DPRD, gubernur, walikota, maupun bupati tetap bisa diproses,” ancamnya.

Harry mengaku, alokasi anggaran dalam dunia pendidikan harus diperbesar. Karena selama ini, porsi anggaran pendidikan diperuntukkan jenjang SD, SMP, SMA, dan S1. “Sekarang sudah saatnya diperbesar untuk jenjang S2 dan S3,” tandasnya.

Dengan peningkatan porsi pendidikan ke jenjang S2 dan S3, diharapkan dalam beberapa tahun ke depan, baik pemerintah provinsi maupun kota/kabupaten memiliki anak daerah dengan lulusan doktor maupun magister.

“Bayangkan saja setahun pemerintah daerah menganggarkan Rp 1 miliar untuk program S3. Lima tahun lagi sudah akan lahir doktor-doktor dari daerah itu,” tandasnya.

Sebagai lembaga yang hanya berwenang memeriksa keuangan, Harry mengaku hanya mampu memberikan rekomendasi porsi peruntukan anggaran kepada Lembaga Penjamin Dana Pendidikan (LPDP).

“Saya (BPK,red) tidak punya kewenangan membuat UU. Saya hanya akan memberikan rekomendasi peruntukan anggaran, misalnya untuk alokasi S2 dan S3 tadi. Semua keputusan di LPDP,” pungkasnya.

Sementara itu, diketahui di Jatim, dari APBD sebesar Rp 23 triliun, alokasi anggaran pendidikan hanya berkisar Rp 290 miliar.

Terkait hal ini, Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Suli Daim mengaku sudah tidak bisa berbuat apa-apa soal alokasi anggaran dana pendidikan 20 persen ini. Suli pun sangat menyayangkan penurunan anggaran di Jatim. Padahal dengan perpidahan pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi, anggaran pendidikan di Jatim seharusnya bisa meningkat. Bukan turun drastis dari Rp 490 miliar ke Rp 290 miliar.

[Selengkapnya …]