Bosda Pendidikan Gratis di Jember Dipangkas Rp 40 M

910

APBD Kabupaten Jember 2017 awalnya menganggarkan Rp 104,340 miliar untuk penyediaan bantuan operasional sekolah (BOS) daerah jenjang sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, SMP/madrasah tsanawiyah, pesantren salafiyah, dan satuan pendidikan non-Islam setara SD dan SMP. Ini bagian dari program pendidikan gratis (PPG).

Namun dalam Perubahan APBD 2017, Dinas Pendidikan Jember memangkas anggaran itu sebesar Rp 40,206 miliar, sehingga hanya tersisa Rp 64,134 miliar. Hal ini terungkap dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran-Plafon Perubahan Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Perubahan APBD 2017 yang digelar maraton di gedung DPRD Jember, 23 Agustus – 14 September 2017.

Berdasarkan laporan Dispendik, sebagian dana dialihkan ke belanja hibah uang PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) untuk program pendidikan gratis (PPG) SD dan MI sebesar Rp 10,323 miliar dan PPG SMP-Mts sebesar Rp 11,874 miliar. Selain itu, Rp 18,008 miliar dialihkan untuk kegiatan alat praktik dan peraga siswa.

“Saya bingung mengikuti PPG ini. PPG ini bantuan dari pemerintah untuk sekolah yang hitungannya berbasis siswa. Sebenarnya induknya sudah ada, sistem regulasinya sudah ada, yaitu BOS nasional. Semestinya kan tinggal menjiplak saja. Regulasi BOS nasional diturunkan ke daerah,” kata Sekretaris Komisi D DPRD Jember Nur Hasan, dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran-Plafon Perubahan Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Perubahan APBD 2017 yang digelar maraton di gedung DPRD Jember, 23 Agustus – 14 September 2017.

Jika itu dilakukan, menurut Nur Hasan, tak akan ada pengalihan belanja PPG menjadi belanja hibah untuk sekolah swasta. “BOS nasional tidak membedakan negeri dan swasta. Semestinya mengikuti itu, dari dulu (anggaran BOS daerah) sudah bisa dicairkan, seiring sejalan dengan BOS nasional,” katanya.

“Ini sekolah swasta sudah berhutang (untuk membiayai operasional pendidikan, karena Bosda belum cair). Kemarin tanggal 22 (Agustus) dikumpulkan, katanya dicairkan. Ternyata yang dicairkan adalah honor guru yang belum mendapat honor dari BOS nasional,” kata Nur Hasan.

Honor dari Bosda untuk guru-guru dan pegawai honorer ini langsung ditransfer ke rekening masing-masing. “Secara hukum diperbolehkan atau tidak, guru dan tenaga sekolah mendapatkan transfer gaji dari PPG? SK mereka adalah SK kepala sekolah, tapi yang menggaji bupati. Kalau berdasarkan BOS nasional, uang masuk dulu ke sekolah, setelah itu terserah kepala sekolah (mengelola) berdasar aturan yang ada,” kata Nur Hasan.

Nur Hasan mendesak agar Pemkab Jember segera mentransfer Bosda Rp 15 ribu per siswa SD sederajat dan Rp 25 ribu per siswa SMP sederajat ke rekening sekolah. “Laksanakan saja itu. Tidak pusing,” katanya.

“PPG ini sudah tidak jelas. Berapa uang yang masuk ke sekolah tidak jelas (karena honor untuk guru dan pegawai tidak tetap langsung ditransfer ke rekening masing-masing, red). Mereka (sekolah swasta) sudah sangat kecewa, karena tidak sesuai harapan,” kata Nur Hasan.

Nur Hasan pernah melakukan studi banding ke Solo. “Kejadian seperti ini pernah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2015. Akhirnya pada 2016, gaji untuk mereka yang disahkan kepala sekolah yang ditransfer langsung via ATM dari APBD tidak bisa dicairkan. Ini Jember kok berani seperti ini, apakah sudah ada payung hukumnya,” katanya.

Sekretaris Dispendik Jember Sukowinarno mengatakan, bahwa BOS adalah hibah kepada sekolah. “Itu ada akta hibahnya. Petunjuk teknis PPG sebagian kami ambil dari BOS (nasional), walau pun tidak (menijplak) seratus persen,” katanya.

“Untuk honor (dari PPG), sebetulnya cairnya kepada bendahara Dinas Pendidikan Jember. Bendahara Dinas Pendidikan yang mentransfer kepada masing-masing rekening. Itu akan lebih aman bagi kami, sehingga bisa langsung masuk kepada rekening (penerima) bersangkutan,” kata Suko.

Suko mengatakan, pada 2016, ada oknum pengelola sekolah yang nakal. “Honor masih diatur oleh sekolah. (Kasus) itu diproses di Inspektorat. Kami berpikir, kalau sudah masuk ke rekening masing-masing, tidak akan ada potongan,” katanya.

Berdasarkan petunjuk teknis PPG, 25 persen dana yang diterima sekolah diperuntukkan honor guru dan pegawai tidak tetap. “Pengaturannya tergantung sekolah dan guru honorer memang SK kepala sekolah bersangkutan. Tidak ada SK dari bupati,” kata Suko.

Sukowinarno mengatakan, mekanisme itu memiliki dasar hukum peraturan bupati. Ia akan memberikan perbup tersebut kepada DPRD Jember untuk dipelajari. [wir/but]

Sumber: beritajatim.com