Kepala Dinsos Gresik Akui Banyak yang Bermain dalam Penyaluran BPNT

1115

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Gresik Sentot Supriyohadi tidak menampik, selama masa pandemi Covid-19 nominal bantuan pangan non tunai (BPNT) naik. Pada awal 2020 besaran bantuan Rp 150.000 per KPM setiap bulan. Lalu, sejak pandemi masuk ke Indonesia, nilai bantuan itu naik menjadi Rp 200.000. “Diberlakukan sejak Maret 2020. Jumlah KPM juga bertambah menjadi 92.529,” ujarnya.

Menurut Sentot, memang ada sejumlah kendala dalam proses distribusi BPNT. Pertama, banyak agen penyalur yang memberikan bantuan dalam bentuk paket. Padahal, dalam pedoman, hal itu tidak diperbolehkan. KPM berhak memilih bahan pokok sesuai kebutuhan. “Tapi, alasannya agar agen lebih mudah dalam melakukan stok barang. Itu juga sudah kami singgung dalam rapat bersama Kemensos,” katanya.

Karena itu, lanjut dia, diambil kesepakatan sistem paket sembako tersebut. Namun, dengan catatan, nominal bahan pokok yang diberikan kepada KPM sama dengan besaran bantuan. Yakni, Rp 200 ribu. Selain itu, barang yang diberikan tidak boleh dalam bentuk pabrikan seperti susu kaleng, mi instan, dan sejenisnya. “Tujuannya, memprioritaskan produk lokal. Kecuali untuk beras, boleh menggunakan merk pabrikan karena kebutuhannya paling banyak.

Persoalan lain, agen penyalur berhak memilih supplier yang menyediakan kebutuhan sembako tersebut. Dampaknya, jenis barang yang diterima KPM memiliki kualitas yang berbeda-beda. Mulai jenis, jumlah, hingga selisih harga. Apakah karena itu banyak temuan selisih harga Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu di lapangan? “Kalau soal itu, kan tidak tahu karena tidak memiliki wewenang. Yang jelas, memang sangat rumit,” ungkap Sentot.

Kerumitan yang dimaksud, antara lain, perebutan untuk mendapat jatah sebagai supplier. Saat ini terdapat 222 agen penyalur yang tersebar di seluruh Gresik. Menurut Sentot, agen itu ditunjuk pihak bank penyalur anggaran ataupun kecamatan. Namun, sebetulnya mereka ditunjuk dengan catatan dapat memenuhi kriteria sebagai agen penyalur. Mulai ketersediaan barang, sarana dan prasarana, hingga ketentuan lain.

“Saya tidak tahu siapa saja supplier-nya dan tidak mau tahu. Karena sudah dikondisikan di awal. Lagi pula, banyak yang bermain,” jelasnya.

Sentot menyebutkan, tidak sedikit pihak yang mendatanginya untuk meminta rekomendasi sebagai supplier. Problem itu juga sudah disampaikan kepada Kemensos agar membuat aturan tentang prosedur menjadi supplier. Harapannya, bantuan sembako yang diterima KPM memiliki standar dan kualitas yang sama. “Masih akan dibahas lebih lanjut oleh pusat,” tuturnya.

Dengan berbagai kendala itu, ruang gerak untuk melakukan pengawasan pun cukup sempit.

[Selengkapnya …]