Dana Hibah RS Pura Raharja Bermasalah, Kadinkes Provinsi Jatim Angkat Tangan

1708

Kasus dugaan penyelewengan dana hibah yang dialokasikan Pemprov Jatim untuk RS Pura Raharja Surabaya pada 2014 dan 2016 terus bergulir. Hingga saat ini, pihak kepolisian terus memproses kasus tersebut dengan melakukan sejumlah penyelidikan terhadap pihak-pihak di Pemprov Jatim.

Dana hibah yang dialokasikan sebesar Rp 12,5 miliar pada 2014 dan Rp 30 miliar pada 2016 tersebut merupakan pemberian dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim. Sayang, pada 2017 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit dan ditemukan kerugian negara Rp 4,094 miliar.

Sejak 2017, persoalan tersebut ditangani Satreskim Polrestabes Surabaya melalui surat perintah penyelidikan nomor : Sprin – Lidik/ 1672/X/2017/Satreskrim. Proses penyelidikan terus berjalan hingga Mei 2019 dan terakhir dilakukan pemanggilan kembali pada pertengahan Agustus lalu.

Penyelidikan terakhir yang dilakukan Polrestabes tersebut terkait dengan proses penganggaran dan hibah Dinkes Jatim Tahun Anggaran 2014 dan Tahun Anggaran 2016 kepada RS Pura Raharja. Dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala Dinkes Jatim dr Kohar Hari Santoso angkat tangan. Pihaknya membantah jika hal tersebut menjadi bagian dari tanggung jawabnya karena kasus tersebut terjadi sebelum dia menjabat sebagai Kepala Dinkes Jatim. “Yang tahun 2014 itu bukan saya, terus yang tahun 2016 itu juga bukan. Saya lho baru menjabat di pucuknya (akhir) 2016,” tutur Kohar saat dikonfirmasi kemarin, Rabu (4/9).

Kohar mengaku, hal tersebut terjadi pada saat Dinkes Jatim dipimpin oleh dr Harsono sebelum menjabat sebagai Dirut RSUD dr Soetomo. Karena itu, pihaknya merasa tidak memilki kewenangan untuk melakukan monitoring maupun evaluasi terhadap program yang telah berjalan. “Kalau sudah lewat seperti itu ya yang memulai (program). Awalnya seperti apa hibahnya, kan begitu,” tutur Kohar.

Hal ini kontradiktif dengan ketentuan yang diatur dalam Permendagri nomor 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD. Pada pasal 40 Permendagri tersebut dijelaskan, SKPD terkait melakukan monitoring dan evaluasi atas pemberian hibah dan bantuan sosial.

Hasil monitoring dan evaluasi, selanjutnya disampaikan kepada kepala daerah dengan tembusan kepala SKPD yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan. Dengan demikian, ketentuan monitoring dan evaluasi merupakan kewenangan kepala OPD terkait sebagai Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).

[Selengkapnya …]