Tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gedung mess santri Kemenag Jatim, Bagus Sutarto, melalui kuasa hukumnya, Arda Netaji, menyatakan ada kejanggalan dalam penyidikan kasus tersebut. Atas tudingan itu, Bagus Sutarto -direktur PT Sekawan Sejati Utama- selaku rekanan proyek melaporkan Kejati Jatim pada Kejaksaan Agung RI.
“Penyidikan kasus atas klien kami ada beberapa kejanggalan. Di antaranya, penyidik Kejati Jatim telah mengabaikan UU Jasa Konstruksi,” kata Arda, Kamis (9/4).
Menurut Arda, dalam UU Jasa Konstruksi dijelaskan bahwa ada jeda waktu pemeliharaan yang diberikan kepada kontraktor setelah proyek diserahkan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Masa pemeliharaan ini diberikan dua tahap. Masing-masing tahapan diberi masa pemeliharaan enam bulan dan bisa diperpanjang.
Dalam proyek yang dikerjakan kliennya, kata Arda, masa pemeliharaan yang disepakati dengan KPA berakhir Desember 2014. Kemudian disepakati ada perpanjangan sampai Desember 2015. Namun belum habis masa pemeliharaan, penyelidik Kejati sudah masuk dan memeriksa bangunan. Sejak itu, semua proses pemeliharaan dan perbaikan gedung dihentikan.
Hal lain yang dikeluhkan, yakni terkait ahli konstruksi Universitas Brawijaya yang digunakan penyidik saat memeriksa dan menguji konstruksi bangunan proyek. “Saat diperiksa, fisik gedung masih dalam proses pemeliharaan sehingga besar kemungkinan ditemukan tanda-tanda kerusakan. Dengan alasan ini, kami akan menyiapkan second opinion dari ahli konstruksi ITS sebagai pembanding,” papar Arda.
Selain itu, Arda juga menyampaikan bahwa dalam proyek tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah mengaudit pelaksanaan proyek dua gedung mess santri Kemenag Jatim. Tim BPK turun memeriksa langsung fisik gedung untuk mendapatkan bahan audit.
Berita terkait sebelumnya: