Perjadin DPRD Kab. Malang – Temuan BPK Rp 400 Juta Masuk Ranah Korupsi

1397

Malang Corruption Watch (MCW) menilai, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Timur soal penyimpangan anggaran Rp 400 juta di Sekretariat Dewan terkait perjalanan dinas anggota DPRD bukan sekedar masalah administrasi.

Apalagi, jumlah tersebut dinilai sangat besar. Jadi, hal itu bukan lagi masalah administrasi, tapi masuk dalam ranah korupsi karena ada niat jahat. ”Selisih harganya begitu tinggi, masa mau diselesaikan secara administrasi saja?” kata Wakil Koordinator Eksternal MCW Hayyik Ali Muntaha, kemarin.

Menurut dia, penyelesaian kasus ini harus dilihat pada kesengajaan atau niat jahat. Dalam hal ini, kemungkinan ada di antara pihak penyedia tiket dengan sekwan. Karena itu, pihak penegak hukum harus mengusutnya karena temuan BPK berpotensi merugikan negara.

”Meski telah dikembalikan ke kas daerah, tidak serta merta menghapus tindak pidananya,” tandasnya.

BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur menemukan penyimpangan Rp 400 juta berasal dari tiket pesawat perjalanan dinas anggota Dewan. BPK juga menemukan nota kesepahaman (MoU) yang diduga melanggar hukum antara Sekretariat Dewan dan PT GMW, selaku rekanan penyedia tiket. Dalam MoU tersebut disebutkan, bila agen (PT GMW) mengambil keuntungan melebihi ketentuan dan dapat menimbulkan kerugian keuangan negara, maka wajib mengembalikan ke Kas Umum Daerah.

Selain itu, jika ada pemeriksaan dan ditemukan masalah administrasi, PT GMW pula yang wajib menyelesaikan. BPK menilai, MoU tersebut melanggar Peraturan Pemerintah No 58/2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 54 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (1).

Selain itu, MoU tersebut juga melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor (Permendagri) No 13/2006, yang diubah Permendagri No 21/2011, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. MoU juga melanggar Peraturan Bupati Malang No 26/2014, tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015. MoU tersebut mengesankan, Sekretariat Dewan tidak mau bertanggung jawab.

Sebelumnya, Sekretaris DPRD (Sekwan) Kabupaten Malang Irianto mengatakan, temuan tersebut hanya kesalahan administrasi dan telah direvisi. Namun, dia tidak bersedia menjelaskan hasil revisi yang dimaksud. Ketika diminta tanggapan terkait dugaan ini, Irianto mempersilakan wartawan untuk minta konfirmasi ke Inspektorat. ”Coba tanya ke Inspektorat saja,” pinta Irianto, Selasa (16/8).

Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Malang Ziaulhaq mengaku, biaya perjalanan dinas untuk anggota Dewan atas kerja sama dengan pihak ketiga. ”Pada 2015 memang ada pihak ketiga yang menyediakan tiket untuk perjalanan dinas DPRD Kabupaten Malang,” ujarnya.

Menurutnya, penyediaan tiket melalui pihak ketiga, dinilai tidak efektif. Saat ini, kata mantan aktivis antikorupsi ini, dilakukan swakelola melalui sekretariat DPRD. ”Swakelola lebih efektif ketimbang melalui pihak ketiga,” pungkasnya.

Zia membenarkan, ada klaim dari BPK sebesar hampir Rp400 juta dari pengadaan tiket pesawat. Namun, uang tersebut dibebankan kepada pihak ketiga. Dia pun mengaku belum tahu apakah uang tersebut telah dilunasi atau belum.

Sekretariat DPRD Kabupaten Malang mengalokasikan biaya perjalanan dinas bagi anggota Dewan luar daerah sebesar Rp10 juta atau sebesar 45,97% dari total anggaran Rp32 juta. Penyedia tiket pesawat dipercayakan kepada PT GMW. Dalam kontrak kerja sama ini, biaya tiket dihitung mulai dari DPRD ke bandara atau dan dari bandara ke lokasi acara.

BPK menemukan perbedaan harga tiket sebenarnya, dengan harga tiket yang dicantumkan dalam laporan pertanggungjawaban (LPJ). Harga di dalam LPJ dibuat lebih mahal (mark-up) dari harga tiket sebenarnya. Beberapa maskapai yang digunakan, antara lain tiket Garuda Indonesia sebanyak 587 dengan harga Rp235 juta. Kemudian 217 tiket Lion Air sebesar Rp93 juta, tiket Sriwijaya Air dengan Rp67 juta.

Sementara pesawat Citilink hanya 9 tiket atau sebesar Rp1,6 juta. BPK menemukan indikasi penggelembungan harga tiket sehingga terdapat selisih harga empat pembelian tiket di empat maskapai tersebut mencapai Rp397 juta. Data tersebut diperoleh BPK usai melakukan konfirmasi ke masing-masing maskapai.

[Selengkapnya …]