Penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan terkait dugaan korupsi pengadaan kantor Kecamatan Panggungrejo pada 2016, akan segera menentukan status Wali Kota Pasuruan, Setiyono.
Karena kejari siap menyimpulkan hasil penyelidikan yang dilakukan selama ini, untuk menentukan apakah ada unsur korupsi atau tidak.
Informasinya, dalam pekan ini kejari akan menyampaikan hasil pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) dan puldata (pengumpulan data) itu.
Kasi Pidsus Kejari Siswono menyampaikan, Rabu (5/9), pihaknya memang menyelidiki kasus itu.
“Penyelidikan itu dilakukan berdasarkan laporan dari masyarakat. Ada beberapa pihak yang sudah diperiksa selama proses pulbaket dan puldata,” kata Siswono kepada media.
Setiyono yang juga politisi Partai Golkar itu memang dicatut atas indikasi dugaan korupsi dalam proses pengadaan Kantor Kecamatan Panggungrejo tahun 2016.
Siswono enggan membocorkan hasil pulbaket dan puldata namun sudah ada lebih dari 10 orang yang diperiksa dalam perkara ini.
“Kemungkinan minggu ini akan gelar perkara dan akan disimpulkan, apakah sudah memenuhi unsur korupsi atau tidak. Kami akan sampaikan nanti,” katanya.
Sehari sebelumnya, Plt Inspektur Kota Pasuruan, Bahrul Ulum mengatakan pemkot sudah mengembalikan kelebihan Rp 2,8 miliar dari total Rp 12 miliar untuk pembayaran tanah pembangunan kantor Kecamatan Panggungrejo.
Dikatakan Siswono, pihak kejaksaan belum mendapat salinan atau bukti pengembalian uang kelebihan pengadaan tanah senilai Rp 2,9 miliar dari pemkot.
“Saya melihat berita di koran kalau uang kelebihan pembelian tanah itu sudah dikembalikan ke negara. Tetapi itu belum diserahkan kepada kami. Tetapi apapun itu, minggu ini akan kami simpulkan,” tegasnya.
Sementara Konsorsium Masyarakat Anti Korupsi (Kompak) yang kali pertama melaporkan Setiyono atas dugaan korupsi ini, kemarin melayangkan surat kepada Komisi Kejaksaan RI.
Pengaduan ini untuk memastikan bahwa penegak hukum di Kejari Kota Pasuruan serius menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan BPK RI tentang kerugian negara Rp 2,9 miliar.
Koordinator Kompak, Lujeng Sudarto menyatakan, meski pemkot telah mengembalikan Rp 2,9 miliar ke kas negara, namun tidak seketika menghapus dugaan tindak pidana korupsi.
Apalagi pelunasan dengan dua kali setoran itu dibayarkan setelah jatuh tempo yang ditetapkan BPK, pada 24 Juli 2018 lalu.
Dijelaskan, peraturan BPK Nomor 2 tahun 2017 jelas menyebutkan, setelah tidak ada pembayaran setelah jatuh tempo, BPK wajib menyerahkan kasus itu kepada aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara.
“Komisi Kejaksaan kami minta mengawasi kinerja Kejari Kota Pasuruan yang memeriksa dugaan korupsi itu,” kata Lujeng.
Dugaan keterlibatan wali kota mendesain dugaan korupsi diawali penerbitan dua surat keputusan (SK) pada hari yang sama yakni 21 November 2016. Secara bersamaan, wali kota menerbitkan dua SK tentang Pembentukan Panitia Pelaksana Kegiatan (PPK) Pengadaan Tanah Pembangunan Kantor Kecamatan Panggungrejo, disusul SK Penetapan Lokasi Pembangunan Kantor Kecamatan Panggungrejo.
Karena belum ada survey dan appraisal dari PPK untuk menilai harga tanah, kedua SK itu dinilai Kompak sangat janggal. Apalagi harga dan kondisi tanah di sana sebagian berupa rawa dengan kedalaman 1 meter, sementara tim appraisal menyebut kondisinya lebih tinggi 20 centimeter dari kerataan tanah.