BPK Dapat Menjadi Saksi dan Memberikan Keterangan Ahli dalam Sidang Pidana

1827

Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah:

  1. keterangan saksi,
  2. keterangan ahli,
  3. surat,
  4. petunjuk, dan
  5. keterangan terdakwa.

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.

Berdasarkan pasal tersebut, keterangan ahli merupakan alat bukti yang sah dalam persidangan kasus pidana, termasuk yang berkaitan dengan kerugian negara/daerah. Terkait hal tersebut, BPK dapat memberikan keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah. Pemberian keterangan ahli ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, Pasal 11 huruf c. Adapun tata cara pemberian keterangan ahli oleh BPK tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2010.

Selanjutnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-XII/2014 menyatakan bahwa ahli dari BPK dapat diminta keterangan dalam kapasitas sebagai saksi. Amar putusan tersebut menyatakan bahwa pemeriksa yang bekerja untuk dan atas nama BPK dapat dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai saksi apabila pemeriksa tersebut merupakan pemeriksa yang menemukan adanya tindak pidana.