BPK Jawa Timur Ajak Media Massa Memahami Opini BPK

1137

Opini yang diberikan BPK atas laporan keuangan suatu entitas merupakan pernyataan profesional mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan. Oleh karena pembahasannya cukup spesifik, BPK menganggap media massa perlu memahami arti dari opini tersebut.

Sebagai salah satu sumber informasi, media massa berperan penting dalam menyajikan informasi yang benar dan dapat dipahami masyarakat. Media massa juga menjadi perpanjangan tangan BPK dalam memberitakan output BPK berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Untuk itu, BPK Jawa Timur mengundang beberapa perwakilan media massa untuk memberikan pemahaman yang benar tentang makna opini BPK serta proses yang ditempuh oleh pemeriksa BPK dalam merencanakan, melaksanakan, dan menyusun laporan sampai dengan hasil akhir berupa opini. Harapannya, para wartawan dapat menerjemahkan hasil pemeriksaan BPK menjadi berita yang mudah diterima oleh masyarakat sehingga hasil pemeriksaan BPK dapat dipahami dengan benar.

Bertajuk “Apa Dibalik Opini?”, pertemuan dengan media massa yang diselenggarakan dalam forum media workshop pada Rabu, 6 November 2019 ini dihadiri oleh peserta yang merupakan perwakilan dari 25 media massa elektronik, cetak, dan daring (online).

Dalam sambutannya saat membuka acara, Kepala Perwakilan Harry Purwaka menyebut bahwa pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan. Pemeriksaan keuangan merupakan pemeriksaan yang wajib dilakukan oleh BPK setelah pemerintah pusat/daerah menyerahkan laporan keuangan un-audited kepada BPK, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 55 dan 56. “Dalam media workshop kali ini, kami ingin membagi pengetahuan mengenai proses pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK sehingga menghasilkan apa yang dinamakan opini,” kata Kepala Perwakilan.

Lebih lanjut dalam keynote speech-nya, Kepala Perwakilan menerangkan bahwa jenis pemeriksaan BPK terdiri dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Pemeriksaan keuangan bertujuan memberikan opini, pemeriksaan kinerja memberikan rekomendasi, sedangkan PDTT memberikan simpulan. “Khusus PDTT yang berupa pemeriksaan investigatif dan penghitungan kerugian negara, prosesnya ditangani langsung oleh Auditorat Utama Investigasi pada BPK RI Pusat yang dibentuk sejak November 2016,” jelas Kepala Perwakilan.

Sementara itu, Kepala Subauditorat Jawa Timur II Rusdiyanto memaparkan secara detail proses pemeriksaan keuangan hingga menghasilkan opini, yang meliputi tahapan perencanaan, tahapan pelaksanaan, dan tahapan pelaporan. Dalam perumusan opini, usulan opini dari Tim Pemeriksa akan direviu oleh Tim Reviu Opini sebelum disetujui. Apabila tidak disetujui oleh Tim Reviu, opini akan ditetapkan dalam rapat pleno.

Lebih lanjut diterangkan bahwa opini yang dikeluarkan BPK terdiri dari wajar tanpa pengecualian (WTP), wajar dengan pengecualian (WDP), adverse/tidak wajar (TW), dan disclaimer/tidak memberikan pendapat (TMP). Opini merupakan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) atas kewajaran penyajian laporan keuangan pada satu tahun anggaran. Sehingga opini yang diberikan BPK bisa berbeda antara tahun anggaran yang satu dengan lainnya jika pemeriksa menilai terdapat pos anggaran yang belum disajikan secara wajar.

Hasil pemeriksaan keuangan selanjutnya dituangkan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terdiri dari tiga bagian, yaitu Buku I, Buku II, dan Buku III. Buku I merupakan bagian laporan yang mencantumkan opini BPK terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, Buku II berisi temuan BPK tentang kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), sedangkan Buku III berisi temuan ketidakpatuhan atas peraturan perundang-undangan.

Setelah pemaparan dari narasumber, dibuka kesempatan tanya jawab kepada peserta workshop. Dalam sesi ini, Kepala Perwakilan menanggapi beberapa pertanyaan, salah satunya temuan ketidakpatuhan yang banyak dijumpai pada pemeriksaan keuangan yaitu permasalahan terkait pengadaan barang dan jasa. Hal ini diperkuat dengan data hasil pemeriksaan atas LKPD di wilayah Jawa Timur TA 2017 yang menunjukkan bahwa temuan ketidakpatuhan terbesar yang berdampak pada kerugian daerah adalah kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang sehingga terjadi kelebihan bayar (36% dari total temuan). Atas temuan-temuan itu, BPK telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk menyetorkan kelebihan bayar ke kas daerah. Hal ini untuk memastikan bahwa pengelolaan keuangan pemerintah daerah benar-benar akuntabel dan memberikan manfaat untuk masyarakat.

Media workshop yang bertempat di Surabaya ini diakhiri dengan pembagian cendera mata dan foto bersama. Melalui acara ini, diharapkan tercipta sinergi yang baik antara BPK dan media massa.